inijabar.com, Kota Bandung - Sidang kasus dugaan suap proyek dengan terdakwa mantan Wali Kota Banjar, Herman Sutrisno, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (25/5/2022).
Agenda sidang kali ini yakni dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), menguak kalau eks Wali Kota Banjar itu diduga menerima suap Rp2,2 miliar lebih dari perbuatannya "mengatur" pemenang proyek.
Uang diduga suap tersebut didapat dari rekanan yang memenangkan proyek pekerjaan di Kota Banjar tersebut.
Dalam dakwaannya, JPU KPK menyebut, Herman menerima uang selama menjabat dari tahun 2008 sampai 2013.
"Herman Sutrisno pada 2008 sampai 2013 melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah uang Rp2,2 miliar," ujar JPU KPK.
Dipaparkan jaksa KPK, uang Rp 2,2 miliar tersebut didapat Herman dari Rahmat Wardi selaku Direktur CV Prima. Disebutkan, perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi itu "diatur" memenangkan sejumlah proyek pekerjaan di Kota Banjar.
Disebutkan juga, Herman dengan Rahmat Wardi merupakan teman dekat karena mereka aktif di salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas).
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar jaksa KPK,
Untuk mendapatkan uang yang diduga suap tersebut, tutur jaksa, Herman Sutrisno diduga mengatur pemenang lelang setiap tahun bagi perusahaan-perusahaan milik Rahmat Wardi atau perusahaan di bawah naungan teman dekat Herman tersebut.
"Kepala-kepala dinas yang ditunjuk, diminta oleh Herman Sutrisno, memenangkan perusahaan Rahmat Wardi dalam setiap lelang tender proyek," lanjut jaksa KPK.
Untuk memudahkan lelang tersebut, kata Jaksa KPK, pihak Pokja Lelang Kota Banjar meneruskan arahan Herman Sutrisno dengan memberikan kerangka acuan kerja (KAK), Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan dokumen lelang keperusahaan Rahmat Wardi.
"Sehingga, perusahaan milik Rahmat Wardi memiliki waktu lebih banyak dari peserta lelang lain dalam menyiapkan dokumen penawaran," ungkap Jaksa KPK.
Selain "memenangkan" Rahmat Wardi dalam setiap proses lelang, Herman Sutrisno juga meminta uang fee atau uang kewajiban dari para kontraktor sebesar 10 persen dari nilai proyek.
"Fee 10 persen yang disebut 'uang kaluhur' karena dikumpulkan dari para pengusaha atau kontraktor yang mengerjakan proyek di Dinas PU kota Banjar termasuk Rahmat Wardi. Uang itu diberikan kepada terdakwa selaku Wali Kota Banjar saat itu," tutur jaksa KPK.
Terkait permintaan 'uang kaluhur', papar jaksa KPK, Fenny Fahrudin selaku Kadis PU Kota Banjar melakukan pembahasan dengan Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi). Dari pembahasan tersebut didapatkan hasil persentase 'uang kaluhur'.
"Para pengusaha sepakat dengan nilai uang kaluhur 8 persen untuk paket di bidang pengairan, 5 persen untuk paket di bidang bina marga dan 4 persen untuk paket di bidang cipta karya," ucap jaksa KPK.
"Akibat perbuatannya, terdakwa Herman Sutrisno didakwa melanggar Pasal 12 huruf b Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama, Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kedua dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan ketiga," kata jaksa KPK. (*)