Kemacetan di Bogor yang membutuhkan solusi komprehensif mengatasi kemacetan. |
inijabar.com, Bandung Barat- Kepala Dinas Perhubungan Jabar A. Koswara menyatakan, aglomerasi perkotaan dan pertumbuhan urbanisasi yang saat ini sudah mencapai 55 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan membutuhkan strategi dari kemacetan
“Kemudian dampak dari urbanisasi ini adalah kebutuhan mobilitas dengan keterbatasan jalan sehingga membuat kemacetan di mana-mana,”ucapnya dalam Seminar Rancangan Peraturan Gubernur Provinsi Jabar dalam Penyelenggaraan Angkutan Umum Massal Perkotaan dan Pedoman Pembiayaan Pengelolaan Pendapatan dari Layanan Angkutan Massal dan Kawasan Berorientasi Transit di Hotel Mason Pine, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (20/10/2023).
Di Jabar terdapat tiga metropolitan, yakni Bandung Raya, Bodebek dan Cirebon Raya. Layanan lalu lintas di ketiga metropolitan itu sudah lintas kabupaten kota.
“Perlu sebuah regulasi yang memayungi kerja sama antar daerah di aglomerasi perkotaan atau metropolitan tersebut,” ungkap Koswara.
“Saat ini yang menjadi persoalan utama adalah bagaimana menjamin keberlanjutan dari angkutan tersebut sehingga perlu sebuah terobosan dan kebijakan, khususnya penguatan pembiayaan,” ujarnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menyatakan, Jawa Barat merupakan provinsi paling padat penduduknya, hampir mencapai 50 juta jiwa. Konsep aglomerasi harus mulai diterapkan sehingga kemacetan dan kepadatan dari urbanisasi dan mobilitas penduduk dapat diturunkan.
“Konsepnya kawasan aglomerasi harus terintegrasi antar daerah dan angkutan. Jadi nanti bisa terintregrasi antar bis, LRT sampai kereta cepat,” ucapnya.
Bey menyatakan dukungannya pada transformasi angkutan massal di Jabar karena diyakini pengembangan transportasi massal yang andal dan berkelanjutan adalah kunci untuk mengatasi permasalahan.
Menurutnya, angkutan massal juga harus ada dukungan dari masyarakat untuk peralihan dari kendaraan pribadi atau angkutan umum yang biasa digunakan sehingga ia pun meminta Kepala Dinas Perhubungan Jabar segera melaksanakan program ini secepat mungkin untuk kemaslahatan masyarakat.
“Ini merupakan supply demand, saya berharap supply-nya tidak mandek. Kita harus siapkan dulu baru kita bisa menarik atau menyarankan masyarakat menggunakan transportasi publik,” katanya.
“Kalau sudah terintegrasi akan aman dan nyaman. Misalnya nanti BRT itu bis listrik anti polusi dan irit. Jadi betul-betul diatur masalah subsidinya, tarifnya murah. Jadi masyarakat tidak berpikir dua kali untuk menggunakannya,"tutur Bey.
Hal ini perlu perencanaan yang baik, termasuk kebijakan skema pola pergerakan, sistem pembiayaan, manajemen pendapatan, pengembangan kawasan berorientasi transit serta digitalisasi transportasi.
“Saya yakin kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan. Maka dari itu, seminar ini adalah langkah awal dalam proses tersebut. Kita dapat saling berbagi maupun bertukar pemikiran, pengalaman serta wawasan,”tandasnya.(*)