Bangkai mobil yang hangus di kecelakaan tol Cikampek KM 58 saat dievakuasi petugas. |
inijabar.com, Jakarta- Santunan PT Jasa Raharja kepada seluruh korban kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus Primajasa dengan dua kendaraan minibus di Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) KM 58 B, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Senin (8/4/2024) pagi, dinilai Organda tidak adil.
Kepastian santunan dari Jasa Raharja diungkap Direktur Utama PT Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono. Dirinya menyebut korban meninggal dunia mendapat santunan sebesar Rp 50 juta yang diserahkan kepada ahli waris sah.
Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
“Untuk korban luka kami telah menerbitkan jaminan biaya perawatan sebesar maksimal Rp 20 juta yang dibayarkan kepada pihak rumah sakit tempat korban dirawat,” kata Rivan dari keterangannya.
Sementara itu, Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organda (Organisasi Angkutan Darat) Kurnia Lesani menyayangkan apa yang dilakukan Jasa Raharja.
Organda mengecam dan mengkritisi PT Jasa Raharja yang memberikan santunan ke seluruh korban tewas penumpang GranMax yang kecelakaan di Tol Cikampek KM 58.
Sebab, Daihatsu GranMax yang ditumpangi korban dan mengalami kecelakaan maut tersebut, diduga travel gelap.
Namun seluruh korban yang ada di mobil tersebut mendapatkan santunan meninggal dari Jasa Raharja.
Santunan diberikan sesuai dengan UU No 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Ditambahkan Kurnia, bagaimana bisa travel gelap yang melanggar aturan mendapatkan santunan ketika mengalami kecelakaan.
Padahal kejadian kecelakaan tersebut bisa jadi edukasi untuk masyarakat agar bijak memilih angkutan umum yang resmi.
"Ini akan mendidik yang tertib jadi tidak tertib, tidak membayar iuran lagi. Jadi Jasa Raharja sudah waktunya direvisi, mereka hadir kepada yang pantas disantuni,"ucapnya, Selasa (9/4/2024).
Sani mengatakan, UU No.34 Tahun 1964 perlu direvisi. Kalau dibiarkan terus angkutan tidak resmi tetap dapat santunan, maka aksi travel gelap akan terus terjadi dan masyarakat tidak bisa membedakan.
"Ini salah satu cara agar ada pembeda (yang resmi dan gelap). Biar masyarakat bisa merasakan kalau dia menggunakan yang resmi dan tidak,"ujarnya.
Jadi permintaan Organda adalah Jasa Raharja harus tegas, memberi santunan kepada yang pantas.
Kalau misal tertahan dengan UU No.34, maka sebaiknya direvisi agar relevan dengan kondisi saat ini.
"Jadi boleh dibilang itu disantuni pakai uang siapa? Uang yang bayar resmi, yang taat. Adil enggak? Enggak adil itu," kata Sani.
Sudah saatnya Jasa Raharja juga membantu mengatasi travel gelap dengan lebih tepat sasaran memberi santunan.
"Kalau misal kendaraannya tidak resmi, maka jangan diberi biar orang tidak mau menggunakannya lagi,"tandasnya.(*)