Hingar Bingar Smiling West Java Demi Menarik Pariwisata

Redaktur author photo
Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin saatmembuka Smiling West Java Academy.

DI SAAT sumber daya alam melimpah ruah di negeri katulistiwa, seharusnya tidak dibuat komersil oleh petinggi negeri ini. Keindahan alam untuk dinikmati bebas, sebebas mata memandang imajinasi beredar. 

Rakyat hanya butuh rekreasi saja harus berbayar, dengan bayaran yang cukup tinggi dari berbagai strata sosial. Kata 'refreshing' itu seolah hanya mimpi saja untuk kami yang hidup pas-pasan.

Jawa Barat dengan segudang potensi wisatanya diharapkan bisa menjadi era baru dalam mengawali ekonomi kreatif (ekraf) dan titik konsentrasinya adalah pariwisata. Dalam hal ini senada dengan gagasan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat yang memulai workshop Smiling West Java yang dihadiri oleh Pejabat (Pj) Gubernur Bey Machmudin dan Kepala Disparbud Benny Bachtiar. 

Tujuan diadakan acara ini untuk mensosialisasikan pariwisata, budaya serta ekonomi kreatif lewat platform media sosial yang terkini dan berinovasi membuat konten-konten menarik. Acara ini membahas 17 sub sektor pengembangan kapasitas SDM pariwisata dan ekraf menunjukkan peluang masa depan melalui teknologi. 

Besar harapan 2023-2025 menjadi masa percepatan sinergi dan kolaborasi bersama pelaku usaha ekraf demi menyumbang 20,74 persen skala nasional.

Namun masih banyak hambatan, terkait regulasi menghadapi persaingan global. Ruangnya adalah pembangunan simpul kreatif (creative hub) yaitu ruang kreasi bagi masyarakat sekaligus media dalam menciptakan kemandirian ekonomi daerah, dan pemprov berkomitmen mengaktivasi ruang publik dengan kolaborasi semua lapisan masyarakat (pentaheliks) dalam mengembangkan potensinya. 

[cut]



Optimalisasi pelaku industri kreatif akan menjawab tantangan ketenagakerjaan dan kewirausahaan dalam pemasarannya. Sehingga para konten kreator dapat dengan bebas mengeksplor SDA yang ada di Jawa Barat.

Realita Masa Kini

Generasi muda semakin banyak yang ingin menghasilkan uang dengan cara yang cepat, maka dari itu mereka menggunakan konten digital yang menghasilkan nilai ekonomi tinggi, cepat dan mudah. Tidak banyak anak muda saat ini yang mau berproses di sektor kerja rill, contohnya menjadi petani milenial yang pernah digaungkan pemerintah. 

Di daerah Tasikmalaya, sudah ada program pelatihan dan pemasaran dengan nilai eksplorasi usaha ekonomi tinggi. Disana dijelaskan ada peluang usaha buah Manggis yang bisa diolah sehingga cangkangnya pun bisa dimakan dengan teknologi fryer, lalu pengolahan kayu di kawasan wisata Kampung Naga, menjadi serbuk kayu untuk jadi media tanaman jamur merang.

 Tapi nampaknya, menjadi petani dengan segala proses berliku belum mampu menarik milenial untuk menjadikannya sebagai lahan mata pencahariannya. Sehingga yang terjadi angka pengangguran makin banyak, mengingat generasi muda yang tidak mau berproses panjang ingin sukses jalan singkat. 

Data dari Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) ada 2.650 pekerja terkena PHK di Jabar selama Januari-April 2024, itu artinya kehidupan makin sulit ketika harga kebutuhan semakin naik dan tidak stabil. 

Kebijakan hari ini pun membuat rakyat terpancing emosi dengan harga rumah makin mahal sulit generasi mudah untuk membeli rumah, biaya pendidikan tinggi dengan polemik UKT, layanan kesehatan dan publik tidak gratis, seperti BPJS.

[cut]


Di tengah berbagai himpitan, jika rakyat dituntut kreatif dengan membuat lapangan kerja mandiri/wirausaha, lalu apa tugas negara karena tidak semua orang memiliki kemampuan membuka lapangan kerja dan modal yang cukup? Betapa berat menanggung sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan saat ini.

Sehingga wajar saja banyak korban pinjaman online (online) marak dimana-mana. Riset dari NoLimit Indonesia korban pinjol paling banyak adalah guru (42%), korban PHK (21%), IRT (18%), karyawan (9%), pedagang (4%), pelajar (3%), ojek online (1%).

Pandangan Islam

Islam menerapkan kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat, diantaranya dengan beberapa kebijakan solutif dan menyeluruh. Pemimpin berfungsi untuk mengurusi kebutuhan rakyat karena jabatan ini adalah amanah yang pertanggungjawabannya berat di akhirat kelak.

Diantaranya negara memudahkan kebutuahan asasi rakyat dengan baik, pangan, tanah, kesehatan muda. Pendidikan murah bahkan gratis, rakyat dapat mengenyam pendidikan tanpa ada beban biaya. Jika ada yang malas bekerja, cacat, tidak punya keahlian, maka negara wajib memaksa dan menyediakan sarana dan prasarananya. 

Lalu negara menerapkan investasi halal dalam sektor riil seperti di pertanian, kelautan, tambang, mengelola kepemilikan umum seperti hutan, laut, tambang hasilnya untuk rakyat. Pemerintah mengambil tanah mati yang ditelantarkan selama 3 tahun dengan memberikannya kepada yang bisa menghidupkannya lagi dengan menanami atau mendirikan bangunan di atasnya. 

[cut]


Mengembangkan industri alat-alat sehingga mendorong tumbuhnya industri lain. Sektor nonriil dijamin tidak akan ada karena perputaran uang hanya ada di orang kaya saja dan tidak ada hubungan dengan penyediaan lapangan kerja. Kemudian sistem Islam akan menciptakan suasana investasi dan usaha yang memudahkan membuka usaha, juga menghapus pajak dari persaingan yang tidak sehat. 

Serta kewajiban bekerja pada pundak laki-laki, bukan perempuan yang fitrahnya menjadi ibu pengurus rumah tangga. Dengan demikian beban pekerjaan dari kepala keluarga akan semakin ringan, karena kebutuhan asasi sudah dicover negara. Pengangguran dengan cepat teratasi.

Sektor pariwisata pun akan sejalan dengan Islam. Tidak ada praktik syirik dan prostitusi sebagaimana yang rahasia umum, peredaran miras dan tempat lokalisasi akan ditumpas habis sampai ke akarnya. Tidak peduli apakah itu memberikan keuntungan bagi daerah itu/tidak. 

Pariwisata dalam Islam adalah tempat syiar karena akan memberikan dan memperlihatkan keindahan alam sebagai bukti Maha Besar Allah swt. Selain itu menjadi tempat memperkenalkan budaya Islam yang menawan menarik para turis memahami lebih dalam tentang agama ini. 

Pariwisata bagian dari cara dakwah bukan hanya sebatas konsep dan teknisnya tetapi membenahi landasan tata kelola negara agar memiliki syiar Islam, dan bukan tempat yang berbayar mahal tak terjangkau. 

Dengan begitu jika semua sistem sudah dibenahi mencapai ekonomi kreatif tak akan sulit, rakyat sudah selesai dengan kebutuhan pokonya terlebih dulu. Wallahu A’lam wishawab.

Penulis: Ina Agustiani, S.Pd- Praktisi Pendidikan, Pegiat Literasi

Share:
Komentar

Berita Terkini