Pembangunan Jatinangor City Of Digital Knowledge Untuk Kepentingan Siapa?

Redaktur author photo

 

Ilustrasi

PEMBANGUNAN kawasan Jatinangor dimatangkan dengan konsep Jatinangor City of Digital Knowledge atau kota pengetahuan digital, setelah Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman berdiskusi dengan Bappenas, Kementerian PUPR, Kemendagri, praktisi, akademisi, dunia usaha dan Direktur FabLab Barcelona, dengan tajuk Business to Government (B2G) Sunset Networking. dikutip dari idntimes.com, 22 Mei 2024.

Kapitalisasi Pendidikan

Pendidikan dalam sistem kapitalisme saat ini dianggap sebagai komoditas ekonomi yang layak dikomersialkan dan diinvestasikan, pada hakikatnya merupakan bentuk nyata kapitalisasi pendidikan. Ekonom kapitalis Adam Smith, menyatakan, 'Pengetahuan dapat memunculkan investasi yang bisa berkontribusi kembali untuk akumulasi pengetahuan'.

City of Digital Knowledge atau kota pengetahuan digital sebagai paradigma kebijakan pemerintah yang mempertemukan dunia pendidikan dan pihak swasta. Apalagi perguruan tinggi memiliki otonomi kampus untuk bisa meningkatkan daya saingnya. 

Realisasinya dengan mengurangi bahkan lepas tangannya negara dalam mengurusi pendidikan. Peran negara dianggap akan mengurangi daya saing atau atmosfer berkompetisi. Sehingga swasta mendapat peran besar dalam mengembangkan kebijakan ini dengan konsep Business to Government (B2G).

Demi memiliki daya saing, apalagi yang bersifat global, maka perguruan tinggi didorong memiliki banyak kerja sama dengan perusahaan atau industri dalam semua bidang tridarma perguruan tinggi yang justru mengarah pada industrialisasi perguruan tinggi. 

[cut]


Di sinilah kapitalisasi perguruan tinggi dengan program City of Digital Knowledge atau kota pengetahuan digital-nya, telah menjadi jalan dimudahkannya pemanfaatan potensi intelektual dan masuknya investasi seputar kampus, serta sebagai proyek pilot oleh asing dan aseng. 

Perkawinan antara pendidikan dengan dunia industri atau swasta/oligarki ini sejatinya mendeskripsikan sebuah keinginan politik (political will) yang tidak mampu berdikari dalam membangun pendidikan secara integral karena masih memiliki ketergantungan kuat pada dunia para oligarki atau swasta. Perkawinan ini berada di bawah kendali kapitalis, tidak menjadikan pihak kampus sebagai pelopor peradaban dan intelektual, tapi hanya memosisikan produk dalam etalase karyawan atau pekerja.

Pendidikan Islam

Pendidikan dalam Islam memiliki kurikulum berasaskan akidah Islam yang terintegrasi secara menyeluruh (integrated model). Sehingga bertujuan menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian Islam dengan pola pikir dan pola sikap islami. Selain itu juga menguasai ilmu agama (faqih fiddin), terdepan dalam sains dan teknologi serta kreatif, inovatif dalam konstruksi teknologi (faqih finnas ),  serta memiliki jiwa kepemimpinan. 

Industri dalam Islam dikelola secara mandiri oleh negara yang meliputi kemampuan untuk menguasai, menjamin, dan mengendalikan keamanan pasokan aspek-aspek penting industri, seperti SDM, bahan baku, rancang bangun, teknologi, finansial, kemampuan untuk membangun mata rantai industri yang lengkap.

SDM dihasilkan dari sistem pendidikan Islam yang berdasarkan akidah Islam dan ilmu pengetahuan. Visi pendidikan Islam berorientasi pada asas fundamental yang merujuk pada wahyu Allah, tidak semata-mata man power. Walhasil, output pendidikan Islam menghasilkan generasi yang jauh dari sifat individualisme dan persaingan duniawi. Orientasi mereka adalah kemaslahatan manusia dan memberikan kebaikan bagi dunia. Sehingga karya-karya mereka dijadikan investasi dan jariah terbaik bagi kehidupan akhirat nantinya.

[cut]


Sistem Islam menjadikan negara memiliki peran sebagai pengurus (raa’in), bertanggung jawab mengurus semua urusan rakyatnya, termasuk di dalamnya membangun infrastruktur dan pendidikan. Swasta tidak boleh menggantikan peran negara karena paradigma pelayanannya berbeda.

Rasulullah saw. bersabda, bahwa “Ketahuilah bahwa setiap kalian merupakan pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang dipimpinnya.” (H.R Bukhari)

Sehingga kebijakan pembangunan City of Digital Knowledge atau kota pengetahuan digital haruslah dikelola oleh negara secara penuh, dengan pembiayaan besar dari Baitulmal untuk kemajuan dunia pendidikan khususnya dan rakyat pada umumnya.

Penulis : Ummu Fahhala-Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi

Share:
Komentar

Berita Terkini