inijabar.com, Kota Bogor - Pembentukan Provinsi Bogor Raya atau Pakuan Bhagasasi sudah lama diwacanakan dan sudah ada ide itu sejak tahun 2012.
Kajian Provinsi Bogor Raya yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W), Institut Pertanian Bogor (IPB) telah selesai.
Kajian bertujuan untuk memahami posisi dan peran Kota Bogor dalam konteks Jabodetabek dan Mega Urban Jawa Barat.
Hasilnya diketahui apakah Kota Bogor perlu diperluas, perlu provinsi baru, perlu pindah provinsi, bergabung dengan provinsi lain dan bagaimana hubungan dengan Jabodetabek serta pengaruhnya bagi Bogor.
Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB Ernan Rustiadi menilai wacana pemindahan ibu kota hingga isu pemekaran wilayah bermuara dari tata kelola megapolitan Jabodetabek yang tidak ditangani dengan baik.
P4W IPB sudah memiliki kajian yang cukup panjang tentang Jabodetabek sebagai suatu megacity dunia. Sekarang sudah menjadi megacity kedua terbesar di dunia karena penduduknya sudah hampir 35 juta dan di sana, terdapat 25 persen atau seperempat PDRB nasional sekaligus menjadi kota global satu-satunya di Indonesia yang harus memiliki daya saing dengan kota global di dunia.
[cut]
Jika Provinsi Bogor Raya akan terjadi, pasti membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang cukup luas bakal melebihi luas wilayah Provinsi Banten.
Pemekarannya diperkirakan akan membuat pemerintahan jadi lebih efisien.
Provinsi Jawa Barat jika mampu meningkatkan daya tariknya, Bogor Raya dapat mengakses peluang pasar dari konsumen dengan potensi dari masa dengan tingkat pendapatan relatif menengah tinggi.
Pemekaran provinsi sebenarnya sudah bukan hal yang baru di Indonesia. Terdapat beberapa provinsi yang sebelumnya juga dimekarkan.
Direncanakan yang akan tergabung dalam provinsi Bogor Raya ada 4 Kabupaten dan 4 Kota yakni; Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur.
Jika digabung kedelapan wilayah tersebut, maka luas Provinsi Bogor Raya bisa mencapai 12.495,01 kilometer persegi. Jumlah itu akan lebih besar dibandingkan Provinsi Banten, yang merupakan pemekaran Provinsi Jawa Barat, yang punya luas 9.662 kilometer persegi.
Poinnya adalah Kota Bogor harus mengantisipasi perkembangan penduduk dan untuk mendekatkan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
[cut]
Belum terwujudnya pemekaran tersebut masih terkendala moratorium yang belum dicabut oleh pemerintah pusat, realisasi kajian tersebut membutuhkan proses yang cukup panjang dan penolakan dari beberapa daerah.
Wilayah Bogor Raya berada di kawasan yang tengah mengalami pertumbuhan cukup pesat membentuk mega urban region, pusat aglomerasi penduduk, dan ekonomi nasional.
Pada saat yang sama kawasan ini tengah mengalami degradasi dan berbagai ancaman bencana lingkungan. Dalam skala regional industri pariwisata, wilayah Bogor Raya unggul dalam industri manufaktur, Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE), pertambangan dan galian regional serta pertanian.
Bogor Raya memiliki keunggulan sebagai kota MICE dan sektor properti. Artinya wilayah Bogor Raya itu sering dipake instansi untuk meeting, rapat dan lain-lain.
Kota Bogor mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif tertinggi dan berkualitas (IPM, tingkat kemiskinan). Tapi sayangnya disertai tingkat pengangguran terbuka dan ketimpangan yang tinggi juga.
Provinsi di pulau Jawa, Jawa Barat punya penduduk terbanyak. Bahkan di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menyebut, warga Jawa Barat berjumlah 48,7 juta jiwa yang tersebar di 18 kabupaten dan 9 kota.
[cut]
Luas Kabupaten/Kota di Provinsi Bogor Raya atau Pakuan Bhagasasi bila di sahkan :
Kabupaten Bogor : 2.710,62 kilometer persegi.
Kota Bogor: 118,50 kilometer persegi.
Kota Depok: 200,29 kilometer persegi.
Kota Bekasi: 206,61 kilometer persegi.
Kabupaten Bekasi: 1.224,88 kilometer persegi.
Kota Sukabumi: 48,25 kilometer persegi.
Kabupaten Sukabumi: 4.145,70 kilometer persegi.
Kabupaten Cianjur: 3.840,16 kilometer persegi.
Total: 12.495,01 kilometer persegi.
Provinsi Jawa Barat terlalu luas dengan memiliki 27 kota/kabupaten. Pemekaran di daerah tingkat II diperlukan untuk membenahi pelayanan publik berada di kabupaten/kota
Beberapa daerah di kabupaten/kota Jawa Barat memiliki luas wilayah yang berbeda. Bahkan tak jarang warga harus menempuh jarak jauh dan waktu yang lama untuk mengurus berbagai administrasi di kabupaten/kota.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai wacana pemekaran kota Bogor menjadi Provinsi Bogor Raya, ditengarai akan menemui hambatan yang berlapis.
[cut]
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diterangkan, tidak ada pemekaran daerah, kecuali jika Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sudah disahkan.
Pemekaran provinsi baru juga wajib memperoleh persetujuan DPRD tingkat provinsi hingga gubernur, sebagaimana yang disyaratkan dalam Undang-Undang Pemekaran Daerah.
Mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil (RK) tidak sepakat dengan adanya wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya. RK memandang pemekaran wilayah tingkat dua lebih penting dibandingkan membentuk provinsi baru. Pembentukan provinsi baru tak lantas membuat lebih diperhatikan pemerintah pusat. Ia malah pesimis provinsi baru akan berkembang nantinya.
Ridwan Kamil dorong untuk jangan provinsi diperbanyak, tapi kabupaten kota. Karena memang juga letak pelayanan publik kita di tingkat kabupaten-kota, bukan provinsi. Harus dapat memproyeksikan dan membuktikan tiga tujuan hakikat otonomi daerah, yakni kesejahteraan masyarakat, perbaikan layanan publik, dan peningkatan daya saing.
Saat masih menjabat Gubernur Jabar, RK memperjuangkan pemekaran wilayah tingkat dua untuk mengejar besaran bantuan anggaran dari pemerintah pusat. Karena, selama ini anggaran yang diterima kabupaten kota di Jabar tak seimbang dengan jumlah penduduk.
Makin banyak daerah tingkat dua, uang dari pusat makin banyak. Kita dengan Jatim itu bedanya Rp 15 triliun lebih banyak Jatim, karena daerahnya 38 kabupaten kota, sementara kita hanya 27 kabupaten kota.
[cut]
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jabar Ineu Purwadewi Sundari mengatakan idealnya Jabar memiliki 38 hingga 40 kabupaten/kota supaya pembangunan dan pelayanan publik lebih terjangkau masyarakat. Namun saat ini Jabar hanya memiliki 27 kota/kabupaten.
Pemekaran di daerah tingkat II diperlukan untuk membenahi pelayanan publik berada di kabupaten/kota.
Pandangan lebih kepada pemekaran kabupaten/kota di Jabar bukan pemekaran provinsi.
Bogor harus tetap masuk dalam Provinsi Jabar. Hal itu lantaran Provinsi Jabar selama ini diwakili oleh tiga entitas yakni wilayah Cirebon, wilayah Priangan, dan wilayah Bogor.
Politikus perempuan dari Fraksi PDIP DPRD Jabar menuturkan terkait kewilayahan saat ini yang menjadi sorotan adalah moratorium Daerah Otonom Baru (DOB) pemekaran wilayah di Provinsi Jabar yakni Garut Selatan, Bogor, dan Sukabumi.
Idealnya Jabar memiliki 38 hingga 40 kabupaten/kota supaya pembangunan dan pelayanan publik lebih terjangkau masyarakat. Namun saat ini Jabar hanya memiliki 27 kota/kabupaten.
[cut]
Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah penduduk 40 juta jiwa di 38 kabupaten/kota.
Untuk cakupan wilayah, ketentuan dalam Pasal 35 UU No. 23 Tahun 2014 menjelaskan bahwa untuk pembentukan daerah provinsi, calon provinsi tersebut harus memiliki paling sedikit 5 daerah kabupaten/kota. Untuk pembentukan daerah kabupaten, calon kabupaten tersebut harus memiliki sedikitnya 5 kecamatan.
Dalam Pasal 5 Ayat (4) UU Pemerintah Daerah mengatur syarat teknis dari pembentukan daerah otonomi baru yang meliputi :
Kemampuan ekonomi;
Potensi daerah
Sosial budaya;
Kependudukan;
Luas daerah;
Pertanahan;
Keamanan;
Faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Pembentukan Provinsi Bogor Raya kandas tidak akan terwujud setelah rapat Paripurna DPR RI Ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 secara resmi telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) (Kota aglomerasi Jabodetabekjur, meliputi Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur), menjadi UU DKJ dalam Laporan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang disampaikan oleh Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2024).(Jael)