Fitrah Seorang Ibu Hilang demi Sejumlah Uang

Redaktur author photo


Salah satu kasus yang menghebohkan pelecehan ibu pada anak balitanya.

MASIH hangat dalam ingatan, jagat media sosial diramaikan dengan peristiwa pelecehan terhadap anak yang dilakukan oleh ibunya. Setidaknya dua kasus yang mencuat ramai di media sosial, ibu muda berinisial R (22) di Tangerang Selatan, Banten, dilaporkan telah melecehkan anak kandungnya yang berusiaa 4 tahun. 

Ada pula ibu berinisial AK (26) di Kabupaten Bekasi yang tega mencabuli anak kandungnya yang berusia 10 tahun. 

Kedua kasus tersebut terjadi karena motif ekonomi atas permintaan pemilik akun FB berinisial IS.

IS menyuruh melakukan pelecehan dan merekamnya dalam bentuk video, baik AK atau pun R akhirnya menuruti permintaan tersebut karena diiming-imingi uang sejumlah Rp15 juta seperti dikutip dari pemberitaan media online.

Inilah cerminan gagalnya sistem pendidikan sekularisme dalam mencetak generasi berkepribadian Islam dan siap mengemban amanah sebagai Ibu. Tidak bisa kita mungkiri  bahwa realitas hari ini, banyak sekali perempuan yang belum siap menjadi Ibu tapi dipaksa menjalankan peran sebagai Ibu, hingga tidak dapat dihindari kecacatan dalam mendidik dan merawat anak-anaknya.

[cut]


Selain tidak siap menjadi Ibu, kondisi perekonomian sulit mendesaknya untuk melakukan apa pun agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan hidup. Sehingga pada saat ada pihak yang menawarkan sejumlah uang akan cepat tergiur, semuanya akan dilakukan untuk mendapatkan uang tersebut sekali pun harus menanggalkan fitrahnya sebagai Ibu.

Kombinasi yang lengkap, sistem pendidikan sekuler mencetak generasi hanya berfokus pada materi dan mengabaikan nilai-nilai agama yang harusnya menjadi standar berperilaku, padahal melakukan pelecehan seksual jelas-jelas merupakan hal yang melanggar norma agama, terlebih lagi hal itu dilakukan kepada anaknya sendiri. 

Didesak dengan kondisi ekonomi yang sulit memojokkan seorang Ibu mengabaikan fitrahnya untuk sejumlah uang, keterpaksaan ini akibat kesejahteraan masyarakat tidak menjadi prioritas oleh negara, sehingga masyarakat berjuang sendiri untuk kesejahteraannya masing-masing.

Berbanding terbalik dengan Islam, melalui sistem pendidikannya mampu mencetak generasi berkepribadian Islam, akan melahirkan profil Ibu yang berperan sesuai dengan fitrahnya sebagai pencetak generasi pengisi peradaban cemerlang. 

Seorang Ibu akan mendidik dan merawat anaknya sesuai dengan tuntunan agama, ia mengetahui batasan hukum apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap anaknya, ia tahu betul bahwa pelecehan terhadap anaknya adalah pelanggaran hukum agama. 

[cut]


Seorang Ibu bisa fokus mendidik dan merawat anak tanpa memusingkan kondisi perekonomian keluarga, karena didukung dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang menjamin para pencari nafkah dapat bekerja untuk menyejahterakan keluarganya.

Dengan demikian, masing-masing akan menjalankan perannya dengan optimal. Ayah dengan mudah menjalankan tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah, karena negara menjamin tersedia lapangan pekerjaan yang luas salah satunya dengan pengelolaan SDA sepenuhnya oleh negara yang akan membutuhkan banyak tenaga pekerja, hal itulah yang menjadi peluang besar bagi para pencari nafkah memiliki pekerjaan untuk memenuhi kesejahteraan keluarga.

Di saat yang sama, Ibu akan berfokus menjalankan peran sebagai Ummu wa Rabbatul baiit (Ibu dan pengatur rumah tangga) tanpa turut memusingkan persoalan kesejahteraan keluarga. Sehingga tidak akan terjadi pelecehan terhadap anak atau pelanggaran hukum lainnya oleh Ibu karena desakkan tuntutan ekonomi.

Hanya saja, pengaturan hanya akan dapat terwujud apabila sistem pemerintahan Islam diterapkan.

Ditulis Oleh: Sarah Mulyani- Praktisi literasi, Guru Mengaji.

Share:
Komentar

Berita Terkini