Tingkat Perceraian di Jabar Tinggi, Apa yang Salah ?

Redaktur author photo


Ilustrasi

BUKAN kali pertama bagi Provinsi Jawa Barat mendapat sebutan sebagai Provinsi dengan jumlah perceraian paling tinggi berdasarkan skala nasional. Bahkan sebelumnya sempat viral juga bahwa Jawa Barat adalah wilayah gudangnya janda.

Perceraian saat ini seolah dianggap sebagai solusi bagi pasangan suami istri saat permasalahan rumah tangga terjadi. Bahkan, masalah-masalah yang terbilang sepele pun bisa menjadi sebab perceraian.

Sepakat dengan yang dituturkan oleh Menteri Agama bahwa salah satu penyebab tingginya angka perceraian yaitu belum matangnya pemikiran dari pasangan pengantin dalam menjalani bahtera rumah tangga.

"Ini pentingnya anak-anak itu diberikan pengertian tentang pertahanan keluarga untuk bisa memberikan pengertian bahwa dibutuhkan kematangan sebelum dilaksanakan pernikahan," ucapnya dilansir dari laman berita online.

Kematangan pemikiran tentu ditunjang oleh pemahaman mumpuni tentang pernikahan itu sendiri. Juga hak dan kewajiban masing-masing saat menjalani fungsinya dalam keluarga.

Faktanya, pondasi bangunan keluarga-keluarga di masyarakat saat ini begitu rapuh. Dimulai dari mandulnya fungsi seorang suami sebagai pemimpin dalam keluarga. 

Realitasnya bukankah tidak sedikit para suami saat ini yang tidak bekerja, hingga akhirnya para istri terpaksa mengambil peran ini demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.

[cut]


Mungkin bukan karena para suami tidak mau bekerja, tetapi saat ini lapangan pekerjaan bagi para suami begitu sulit. Sebaliknya, lapangan pekerjaan bagi para perempuan terbuka lebar.

Sulit menepis dugaan bahwa kondisi sekarang memang sengaja dibuat seperti ini. Agar pondasi keluarga-keluarga muslim rapuh. Bila para ibu sibuk bekerja diluar lalu bagaimana nasib pendidikan anak-anaknya ? Padahal ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Selain itu, negara yang tidak hadir dalam membentuk ketahanan keluarga menjadi masalah utama dari rapuhnya pondasi keluarga pada saat ini. Padahal jika mau, negara bisa dengan mudah membuat kebijakan untuk memudahkan para laki-laki bekerja dengan membuka lapangan pekerjaan.

Memudahkan masyarakat untuk mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai warga negara seperti dalam hal pemenuhan sandang, pangan dan pakan. Juga keterjangkauan mendapatkan pendidikan, kesehatan, keamanan hingga kesejahteraan.

Bila kebutuhan dasar setiap keluarga tercukupi dengan baik, bisa memperkecil potensi perselisihan dalam rumah tangga yang berakibat pada perceraian.

[cut]


Dalam pandangan Islam membentuk rumah tangga merupakan bagian dari ajaran agama. Karena itu, Allah menetapkan sejumlah hukum agar dalam menjalankan biduk rumah tangga senantiasa dalam petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Allah membebankan kewajiban kepada laki-laki sebagai pemimpin ( qawwam) dan kaum perempuan sebagai ummu wa rabbatul bayt.

Kewajiban ini merujuk pada syariat yang Allah tetapkan.

Allah swt. berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).” (QS An-Nisâ: 34).

Lalu hadis dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, 'Kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan diminta pertanggungjawaban, seorang imam adalah pemimpin dan ia nanti akan diminta pertanggungjawaban, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia nanti akan diminta pertanggung jawabannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia nanti akan diminta pertanggungjawabannya'.

Laki-laki maupun perempuan, keduanya wajib memahami konsekuensi dari fungsi dan tugas yang Allah tetapkan di pundak masing-masing. Tidak sibuk menuntut hak karena kewajiban keduanya telah dipahami satu sama lain. Ini karena lalai terhadap kewajiban berarti pembangkangan terhadap syariat.

[cut]


Sementara itu, negara berperan besar dalam menyiapkan warganya untuk memasuki jenjang pernikahan. Jika yang ditakutkan saat ini karena kurangnya ilmu, dalam masa penerapan Islam pada ranah negara dimasa lampau, akan tampak bahwa negara aktif melakukan edukasi mengenai pernikahan.

Di dalamnya meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan aspek rumah tangga, seperti membangun hubungan suami istri, pola asuh, pemenuhan gizi keluarga, ekonomi keluarga, dll.

Islam sangat memahami bahwa rumah tangga berperan besar dalam menjamin keberlangsungan peradaban. Ini karena setiap keluarga berkorelasi dengan tanggung jawab masa depan bangsa dan negara, bahkan peradaban manusia.

Masalah yang terjadi hari ini menjadi kompleks karena sistem kehidupan yang sedang berjalan. 

Rumah tangga dihadapkan pada sistem sosial yang amburadul, sistem ekonomi yang tidak manusiawi, juga sistem hukum yang berlandaskan pada nilai kebebasan.

[cut]


Sistem politik pun demikian, berlandaskan pada akal pikir manusia, sedangkan syariat Islam seputar pernikahan dan rumah tangga bersifat parsial semata.

Dengan demikian, selama konsep-konsep sekuler kapitalisme ini berlangsung, institusi pernikahan akan terus menghadapi guncangan. Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan institusi rumah tangga selain kembali pada syariat-Nya secara kafah.

Penulis : Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)

Share:
Komentar

Berita Terkini