Benarkah Investasi Bisa Turunkan Pengangguran dan Kemiskinan jabar?

Redaktur author photo
Ilustrasi

SEPERTI pungguk merindukan bulan, ketika berharap investasi bisa mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.  

Investasi swasta tidak didesign untuk mengentaskan kemiskinan namun untuk menyejahterakan para investor atau kapitalis oligarki. 

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan, sebagai  realisasi investasi pada 2023, Jawa Barat memiliki investasi tertinggi di Indonesia yang sampai menembus Rp210,6 triliun. 

Investasi ini, kata dia, diharapkan terus dijaga bersifat inklusif, yang berdampak langsung terhadap penurunan kemiskinan dan pengangguran, jangan sampai eksklusif.

Hal itu dikatakan dia, saat Rakor Penyusunan Kajian Hilirisasi Investasi Strategis Tahun 2024 di Provinsi Jawa Barat.

Rupanya, fokus pengentasan kemiskinan dan pengangguran lagi-lagi melibatkan swasta melalui investasi.  Ini merupakan ciri khas sistem ekonomi kapitalisme. 

[cut]


Sistem ini menjadikan penguasa bersifat regulator semata, sehingga akan memandulkan peran negara dan secara penuh menyerahkan seluruh urusan publik pada swasta atau asing. 

Inilah doktrin sistem sekuler kapitalisme yang pada kenyataannya belum pernah terwujud. Faktanya, swasta merupakan lembaga profit yang hanya mengejar keuntungan materi, bukan lembaga sosial yang menjadikan rakyat sejahtera. Semua investasi mereka dalam rangka meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.

Tingginya investasi ternyata tidak sebanding dengan terbukanya lapangan pekerjaan. Menurut data dari Kementerian Investasi atau BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), tahun ini, investasi asing melonjak hingga Rp.175,2 triliun. 

Namun, terjadi penurunan serapan tenaga kerja dibanding kuartal sebelumnya, yakni sebanyak 134.952 orang. (Katadata, 25-1-2023).

Belum lagi mengenai kerusakan lingkungan akibat pembangunan infrastruktur penunjang investasi. Juga kerugian rakyat akibat lahannya yang terkena gusur dengan kompensasi yang jauh dari harga pasar. Sudahlah kehilangan tempat tinggal, warga pun terpaksa kehilangan mata pencariannya sebagai petani.

Kondisi perekonomian setiap provinsi bahkan negara terus mengalami krisis. Begitu pun dampak turunannya, seperti kriminalitas dan kebodohan, akan terus menjamur seiring bercokolnya sistem sekuler kapitalisme.

Solusi Islam

[cut]


Islam memandang persoalan kemiskinan dan pengangguran sebagai persoalan manusia, bukan persoalan angka-angka dalam ekonomi atau lainnya. Walhasil, fokus penyelesaiannya adalah pada persoalan kemiskinan, individu per individu. Negara adalah pihak sentral yang bertanggungjawab secara penuh dan akan menyelesaikannya.

Kriteria miskin di dalam Islam adalah jika seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, yakni sandang, pangan, dan papan. Ukurannya bukan jumlah rata-rata seperti halnya pengukuran garis kemiskinan sistem sekuler kapitalisme saat ini. Karena Islam memahami bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki perbedaan.

Sebagai pihak sentral, negara akan berupaya dengan melakukan berbagai langkah untuk mengentaskan kemiskinan. Pertama, menjamin pemenuhan kebutuhan primer rakyat melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Diantaranya dengan memastikan penciptaan lapangan kerja yang luas bagi setiap laki-laki yang mampu bekerja.  Tanggung jawab ini adalah kewajiban bagi negara, bukan swasta.

Jika laki-laki tersebut tidak sanggup bekerja karena lemah fisik atau akal, sehingga tidak mampu menutupi kebutuhan primer diri dan keluarganya, maka Islam mewajibkan kerabatnya untuk membantu memenuhi kebutuhannya.

Jika kerabatnya pun tidak ada atau tidak mampu, negaralah yang akan turun tangan langsung memenuhi kebutuhan pokonya dari Baitulmal. Hal ini didasarkan hadis riwayat Muslim, bahwa Rasulullah saw. bersabda, '…Dan siapa saja yang telah meninggalkan kalla, yakni orang lemah yang tidak memiliki anak dan tidak juga orang tua, ia menjadi kewajiban bagi kami.'

[cut]


Jika kas Baitulmal kosong, kewajiban menafkahi warga fakir miskin jatuh kepada kaum muslim secara kolektif. Dengan demikian, kemiskinan dan ketimpangan sosial akan cepat terselesaikan.

Kedua, pengaturan regulasi kepemilikan. Negara tidak akan membiarkan harta milik umum dikuasai swasta atau asing, tetapi dikelola oleh negara secara penuh dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat berupa subsidi atau pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, baik yang bersifat individu maupun kolektif. 

Pengelolaan SDA akan menghasilkan pemasukan juga bagi negara yang sangat melimpah sebab negara sendirilah yang mengelolanya. Ketika membutuhkan teknologi dari negara lain atau pihak swasta, maka dilakukan dalam bentuk akad upah mengupah (ijaroh).

Ketiga, untuk mengentaskan pengangguran, dengan melakukan pengelolaan industri hulu oleh negara, sehingga akan membuka lapangan kerja yang luas. Kebijakan yang mandiri ini akan memudahkan rakyat dalam bekerja tanpa takut dibanjiri TKA. Begitu pun dengan pembangunan infrastruktur, semata-mata untuk mencapai kemaslahatan umat dan keselamatan kerja, bukan sekadar menciptakan iklim investasi bagi swasta atau asing.

Khatimah

Upaya mengentaskan kemiskinan dan pengangguran secara sistemik, bisa terwujud dengan penerapan sistem ekonomi Islam bukan investasi melalui sistem sekuler kapitalisme.

Ditulis Oleh: Ummu Fahhala-Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi

Share:
Komentar

Berita Terkini