Investasi Berbalut Fantasi

Redaktur author photo
Ilustrasi

KETIKA mendengar kata investasi, otomatis pikiran langsung berfantasi. Berandai ria, angan melayang dengan sejuta rencana. Dibubuhi harap-harap cemas, antara keinginan dan kemungkinan. 

“Sekarang investasi masih jomplang, pertumbuhan ekonomi di Jabar bagian selatan masih rendah, daya beli masyarakat masih rendah. Karenanya perlu Investasi harus didorong ke Jabar Selatan," ucap Anggota DPRD Jabar Yod Mintaraga, akhir pekan kemarin. 

Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Prof. Emi Sukiyah mengatakan bahwa karakteristik geomorfologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan memberikan berbagai manfaat serta potensi yang dapat dikembangkan. Namun, berbagai tantangan dapat ditemui dalam proses pengembangannya

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya mengantisipasi kekeringan untuk mengendalikan laju inflasi daerah itu di posisi 2,5 persen pada akhir tahun 2024.

Namun, walaupun pemerintah terus berupaya untuk menangani berbagai masalah, salahsatunya seperti penanganan kasus kekeringan lahan pertanian, tetap tidak teratasi, karena memang lahan yang sudah penuh dengan program investasi seperti perusahaan-perussahaan yang mendirikan bangunan tinggi. 

Alhasil, daya serap air pada tanah berkurang, sehingga ketika hujan tak lagi turun, maka lahan pertanian mudah kering kerontang. Tentunya hal ini menyebabkan masalah baru bagi pemiliknya.

[cut]


Dengan asumsi adanya investasi akan membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat Jabar. Padahal disamping asumsi menguntungkan, justru banyak bahayanya. 

Terlebih, para investor tentu memiliki tujuan akhir dari investasi mereka adalah keuntungan besar dari modal yang sudah mereka keluarkan. Bisa dikatakan berlebihan, jika berharap dengan investasi, Jabar akan lebih maju, karena dampak negatif yang mengintai.

Hal ini pun, mendorong makin menguatnya para oligarki yang bekerja sama dengan para investor, menanjabkan kekuasaan mereka di ranah publik. Dan hal berbahaya bagi hukum di negeri ini, pesanan dari para investor agar melegalkan suatu hukum demi kepentingan mereka, jika tidak diikuti maka mereka menghentikan investasi di tengah jalan, hal ini tentu sangatlah berat untuk ditolak. Dalam hal lain pun, bisa terjadinya suap menyuap demi melegalkan hukum yang diinginkan para investor. 

Bahaya berikutnya adalah, terbengkalainya sektor pertanian, di mana lahan dan hasil pertanian ini sebagai sumber kehidupan masyarakat. Ditambah lagi kerusakan lingkungan, karena setiap para investor, tentu akan fokus pada target yang mereka inginkan, tanpa memedulikan penderitaan rakyat akibat rusaknya tatanan kehidupan, rusaknya lingkungan akibat rakusnya mereka dalam mengeruk keuntungan di negeri ini. 

Bahkan, lahan produktif pun berkurang, dengan didirikan gedung-gedung, perusahaan dan juga dari sektor pembangunan seperti kereta cepat dan lainnya. Eksplorasi sumber daya alam, yang hasilnya dikeruk ke negara para investor, sementara penduduk asli atau lokal, hidup dengan serba kekurangan, kebodohan, keterbelakangan. Akibat ditutupnya pengetahuan mereka dengan dalih melestarikan budaya bangsa. Padahal, itu hanya rekayasa, agar para investor leluasa mengeruk kekayaan di negeri tercinta ini, tanpa diganggu oleh masyarakat pribumi yang terdidik. 

[cut]


Jika sudah seperti ini, siapa yang akan kaya? Tentu saja asing, yakni para investor tadi. Kemudian, orang-orang cerdas di negeri ini tak dihargai, akibat dari tenaga ahli yang didatangkan dari luar, atau akibat beralihnya tenaga manusia, menjadi mesin yang dibawa oleh para investor. Selain dari itu, hal ini mendorong, tenaga kerja asing masuk, yang mengakibatkan tenaga kerja lokal tersingkirkan. 

Di berbagai lini, muka-muka asing berseliweran di berbagai daerah. Membuat miris penduduk lokal dan merasa disisihkan perlahan, yang kemungkinan suatu hari nanti betul-betul dirampas hak-hak warga pribumi.

Itulah, senjata kaum kapitalis, dalam menanjabkan hegemoni mereka di negeri-negeri kaum muslim, dengan investasi di berbagai lini, hingga cengkeraman mereka kuat, kokoh, sehingga harusnya investasi wajib dihindari. Jika ingin negeri ini merdeka dari caci maki mereka yang ingin menguasai. Saatnya negara cerdas dalam memilih suatu keputusan. 

Bagaimana dengan Islam menyikapi perihal para investor dan investasi? 

Tentu saja, Islam memiliki solusi terkait hal ini. Di dalam sistem Islam, penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya. Penguasa, akan secara optimal, mengerahkan seluruh kemampuan dalam mengurus rakyatnya. Dalam hal ini, negara akan mandiri, tidak berhutang pada negeri lain terlebih, jika negeri itu adalah negeri kufur. 

Karena dalam Islam, tertutup kerjasama dengan kafir harbi. Negara akan mengelola sumber daya alam sendiri untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk memeras rakyat. Jika pun sumber daya alam dijual pada rakyat, hanya sebatas untuk biaya produksi, bukan mengeruk keuntungan dari rakyatnya. 

Bahkan, negara akan mengontrol lahan pertanian, jika ada yang terbengkalai oleh pemiliknya, negara akan mengambil alih, jika sudah tiga tahun tak dirawat. Negara akan memberikan pada warga yang lebih membutuhkan. Sehingga lahan tersebut bermanfaat bagi masyarakat. 

Hilangnya Hak Kepemilikan Tanah Pertanian

[cut]


Syariat Islam menetapkan bahwa hak kepemilikan tanah pertanian akan hilang jika tanah itu ditelantarkan tiga tahun berturut-turut. Negara akan menarik tanah itu dan memberikan kepada orang lain yang mampu mengolahnya. (Al- Nabhani, ibid., hal. 136).

Umar bin Khaththab pernah berkata,”Orang yang membuat batas pada tanah (muhtajir) tak berhak lagi atas tanah itu setelah tiga tahun ditelantarkan.” Umar pun melaksanakan ketentuan ini dengan menarik tanah pertanian milik Bilal bin Al-Harits Al-Muzni yang ditelantarkan tiga tahun. Para sahabat menyetujuinya sehingga menjadi Ijma’ Sahabat (kesepakatan para sahabat Nabi saw) dalam masalah ini. (Al-Nabhani, ibid., Juz II hal. 241).

Bahkan dalam hal harga jual dari hasil pertanian, negara tidak akan ikut campur, menetap harga, semua diserahkan pada masyarakat, atas saling ridha diantara mereka. Selain dari itu, negara akan selalu menghargai warganya yang memiliki kecerdasan untuk memajukan bangsa.

Negara akan mengapresiasi, sehingga anak bangsa berprestasi, akan betah di negeri sendiri, bahkan mengabdikan dirinya demi kemajuan negaranya. Mereka tidak akan berpikir lari ke luar negeri, karena mereka sudah bahagia di negeri sendiri. Dengan seperti itu, negara akan berdiri tegak, kokoh tidak mudah goyah dan tidak mudah dihinanakan, karena memiliki kekuatan dari dalam.

Para investor asing pun tak mampu berkutik menghadapi negara yang ajeg dengan prinsip di bawah sistem Islam, semua akan baik-baik saja. 

Wallahu a'lam bishawab

Penulis: Sumiati- Pendidik Generasi

Share:
Komentar

Berita Terkini