Perceraian Akibat Masalah Ekonomi Tuntas dengan Islam

Redaktur author photo
Foto: ilustrasi

PADA tahun 2023 ini di Jawa Barat, kenaikan jumlah perceraian akibat masalah ekonomi  tercatat mengalami pertumbuhan angka yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 37,38 ribu kasus. Selama lima tahun terakhir, angka rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) adalah -1,34%. (databoks.katadata.co.id, 21/06/2024).

Kasus perceraian yang terus mengalami peningkatan ini layak menjadi bahan diskusi untuk diberikan solusi mengakar dan efektif. Mengapa persoalan ekonomi menjadi faktor penyebab tertinggi yang memicu kasus perceraian?

Sesungguhnya kasus perceraian adalah masalah sosial yang tidak bisa lepas dari fakta yang terjadi di masyarakat, berupa nilai maupun prinsip hidup yang diterapkan di tengah masyarakat dan memengaruhi cara pandang masyarakat, termasuk dalam rumah tangga, yang berimbas pada langgeng atau tidaknya pernikahan.

Menelaah Realitas

Banyaknya guncangan pada institusi pernikahan saat ini sesungguhnya tidak akan lepas dari sistem sekuler kapitalisme. 

Sistem ini telah melahirkan seperangkat pemikiran yang berpengaruh pada pola pikir antara suami istri serta regulasi negara, diantaranya penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menciptakan kesenjangan yang sangat lebar antara si kaya dan si miskin. Penguasaan kekayaan oleh segelintir oligarki telah berdampak pada kemiskinan di masyarakat.

[cut]


Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para perempuan secara sukarela atau terpaksa bekerja bahkan menjadi tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di sisi lain, tempat kerja yang tidak ramah terhadap perempuan dan sistem pergaulan yang rawan godaan, telah berkontribusi pada rapuhnya bangunan rumah tangga. 

Perselingkuhan seakan menjadi drama keseharian yang tersaji di berbagai media. Sementara itu, industri gaya hidup yang hedon, materialistis dan konsumerisme terus merangsek masuk dalam institusi keluarga, telah menggeser pemahaman antara keinginan dan kebutuhan dalam rumah tangga.

Tuntutan gaya hidup akibat sistem sekuler kapitalisme, tidak sedikit membuat kaum perempuan menjadi lapar mata, padahal penghasilan suami pas-pasan. Walhasil, cekcok dan KDRT pun menjadi rutinitas. Parahnya lagi, konsep-konsep kesetaraan gender seakan menjadi bensin yang semakin mengobarkan prahara rumah tangga, diantaranya melalui program pemberdayaan ekonomi perempuan.  

Padahal akar masalah ekonomi dan perceraian bersifat kompleks  dan sistemik, bukan karena tiadanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Di sisi lain, pergaulan yang serba bebas, ditambah kondisi rumah tangga yang semakin jauh dari suasana harmonis, telah mendorong para suami terlibat dalam perselingkuhan, perzinaan atau hubungan lainnya yang melanggar syariat Islam. Lemahnya ilmu dan pemahaman awal saat hendak membina rumah tangga, acapkali menimbulkan masalah diantara pasangan suami istri.

Pandangan Islam

[cut]


Pernikahan merupakan bagian dari syariat Islam. Untuk itu, Allah Swt telah menetapkan sejumlah aturan untuk manusia terkait rumah tangga supaya senantiasa ada dalam petunjuk Allah Swt dan Rasul-Nya. 

Allah Swt membebankan kewajiban kepada laki-laki sebagai pemimpin (qawwam) dan kaum perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummu wa rabbatul bayt). Kewajiban ini didasarkan pada firman Allah Swt dalam QS An-Nisâ: 34. 

Dikuatkan oleh hadis dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, 'Kalian semua adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya, seorang imam adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawabannya, seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawabannya,  seorang wanita juga pemimpin di rumah suaminya dan ia akan diminta pertanggungjawabannya.'

Allah Swt telah menetapkan amanah pada pundak laki-laki dan perempuan, keduanya wajib memahami konsekuensinya masing-masing.

Tidak hanya sibuk menuntut haknya tapi kewajiban keduanya harus dipahami dan dijalankan satu sama lain, karena lalai terhadap kewajiban berarti pembangkangan terhadap syariat Islam.

[cut]


Sementara itu, negara memiliki peran besar dalam menyiapkan rakyatnya untuk memasuki jenjang pernikahan, diantaranya negara secara aktif melakukan edukasi mengenai pernikahan tidak hanya untuk calon pengantin tapi juga secara berkesinambungan untuk semua rakyat yang sudah berumah tangga. 

Seperti membangun hubungan harmonis anatara suami istri, pemenuhan gizi keluarga, ekonomi keluarga, pola asuh anak, dan lainnya.

Islam sangat memahami bahwa kehidupan rumah tangga berperan sangat besar dan terintegrasi dalam tanggung jawab masa depan bangsa dan negara, serta penjaminan keberlangsungan peradaban manusia.  

Masalah yang terjadi hari ini menjadi kompleks dan sistemik, akibat penerapan sistem hidup sekuler kapitalisme. Rumah tangga dihadapkan pada sistem sosial yang berlandaskan pada nilai kebebasan, sistem ekonomi yang kacau, sistem hukum yang tidak adil, sistem politik yang tidak manusiawi, aturan pernikahan dan rumah tangga yang bersifat parsial dan sebagainya. Akibat berlandaskan pada akal pikir manusia yang serba terbatas.

Dengan demikian, selama konsep-konsep sekuler kapitalisme ini tegak, maka institusi pernikahan akan terus menghadapi guncangan dan masalah. Sehingga tidak ada solusi lain untuk menyelamatkan institusi rumah tangga selain kembali pada syariat-Nya secara menyeluruh (kafah).

Penulis: Ummu Fahhala- Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi

Share:
Komentar

Berita Terkini