Wow, Jawa Barat Berpredikat Provinsi Paling Tinggi Kasus Korupsinya!

Redaktur author photo
Ilustrasi

KASUS korupsi di Indonesia makin menggila dari tahun ke tahun. Semua bidang tidak luput dari korupsi. Maraknya kasus korupsi ini menunjukkan, bahwa kejahatan korupsi sudah begitu mengakar hingga menjadi sebuah budaya. Penanganan kasus dan penegakan hukumnya pun tidak memberi pengaruh kasus korupsi menjadi berkurang.

Sepanjang 2004—2022 tercatat ada 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD yang terkait kasus korupsi. Ada juga 38 menteri dan kepala lembaga yang sudah dikenai sanksi hukum gegara terbukti korupsi. Kemudian korupsi pun dilakukan para kepala daerah, yang terlibat 24 gubernur, 162 bupati dan wali kota.

Problem korupsi ini masih menjadi PR besar di Indonesia, baik dalam kelembagaan maupun korupsi politik yang terkait dengan kekuasaan.

Kasus Korupsi di Provinsi Jawa Barat 

Kasus korupsi di Provinsi Jawa Barat saat ini sedang ugal-ugalan, bahkan kasus korupsinya yang paling banyak. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango saat kuliah umum di Kampus Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas), Bandung.

Salah satu antisipasi penanganan korupsi di Jabar, Nawawi mengajak kampus-kampus berperan dalam penanganan kasus korupsi dengan memberikan pendidikan anti korupsi kepada pelajar dan mahasiswa (tvonenews.com, 9-8-2024).

[cut]


Deretan kepala daerah di Jabar terjerat korupsi sejak 2018, ada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Selanjutnya, ada Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra menjadi tersangka suap jual-beli jabatan serta terkait proyek dan perizinan. Selanjutnya, Bupati Indramayu Supendi jadi tersangka kasus suap berkaitan dengan proyek di Dinas PUPR. Selanjutnya, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sebagai tersangka penerima suap terkait dengan perizinan pengembangan Rumah Sakit Kasih Bunda Cimahi. 

Lalu, Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19.  Berikutnya, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ditetapkan sebagai tersangka terkait tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Lalu, Bupati Bogor Ade Yasin ditetapkan KPK sebagai tersangka suap terkait pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor. 

Berikutnya, yang terbaru Wali Kota Bandung Yana Mulyana menjadi tersangka dalam dugaan suap pengadaan CCTV dan jasa penyedia internet di wilayah Bandung dalam program Bandung Smart City.

Problem Sistem

Sulitnya mengeliminasi kasus korupsi sejatinya dipengaruhi banyak faktor. Selain soal personalitas atau integritas para pejabat, faktor budaya yang diwariskan turun-temurun bahkan sejak zaman penjajah, serta lemahnya birokrasi dan sistem hukum, juga turut berperan dalam melembagakan perilaku korup. Lembaga penanganan korupsi maupun undang-undang, seolah mandul untuk memberantas korupsi hingga ke akar.

[cut]


Sulitnya memberantas korupsi sejatinya menunjukkan buruknya sistem hidup yang diterapkan saat ini. Sistem ini memang tegak di atas paham sekuler liberal yang menihilkan peran agama atau prinsip halal haram dalam kehidupan. Kebebasan berperilaku dijamin dalam sistem saat ini.

Islam Sistem Antikorupsi

Sekurangnya ada tiga faktor yang menjadi penyebab korupsi saat ini. Pertama, ketakwaan individu yang lemah (misalnya, individu yang tidak tahan godaan uang suap). 

Kedua, lingkungan/masyarakat yang tidak peduli. Ketiga, penegakan hukum yang lemah, adanya tebang pilih dan sanksi bagi pelaku korupsi yang tidak menimbulkan efek jera.

Membasmi korupsi akan sangat efektif dengan penerapan syariat Islam, baik terkait pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif). Secara preventif, ada enam langkah untuk mencegah korupsi. 

Pertama, SDM aparat negara direkrut wajib yang amanah, profesional dan berintegritas.

Kedua, melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawai. Contoh, tatkala Muadz diutus Rasulullah saw. ke Yaman menjadi amil (kepala daerah setingkat bupati) dan ia sudah dalam perjalanan, Rasulullah saw. memerintahkan seseorang untuk memanggil Muadz agar kembali. Lalu Rasulullah saw. bersabda, 'Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izinku karena hal itu adalah ghulul (khianat). Siapa saja yang berkhianat, pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu (TQS Ali Imran: 161). Karena inilah aku memanggilmu. Sekarang pergilah untuk melakukan tugasmu.'(HR At-Tirmidzi dan Ath- Thabarani).

Ketiga, gaji dan fasilitas yang layak diberikan kepada aparat.

[cut]


Keempat, suap dan hadiah dilarang bagi para aparat negara. Harta yang diperoleh aparat, pejabat, dan penguasa, selain pendapatan (gaji) yang telah ditentukan, apa pun namanya (hadiah, fee, pungutan, suap, dsb), merupakan harta ghulul dan hukumnya haram.

Kelima, melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Khalifah Umar bin Khathab ra. akan menghitung kekayaan para pejabat baik di awal dan di akhir jabatannya. Jika Umar ra. mendapati kekayaan seorang wali atau amil (kepala daerah) bertambah secara tidak wajar, beliau meminta pejabat tersebut menjelaskan asal-usul harta tambahan tidak wajar tersebut. Jika penjelasannya kurang memuaskan, maka tambahan yang tidak wajar tersebut disita atau dibagi dua. Separuhnya diserahkan ke baitulmal. Hal ini pernah beliau lakukan terhadap Abu Hurairah, Utbah bin Abu Sufyan, juga Amr bin al-'Ash (Ibnu 'Abd Rabbih, Al-'Iqd al-Farid 1/46—47).

Keenam, adanya pengawasan/kontrol oleh negara dan masyarakat.

Dalam Islam, hukuman untuk koruptor masuk kategori takzir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim/penguasa. Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda, atau pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa, bisa hukum cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman takzir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan (Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-Uqubat, hlm. 78—89).

Dalam Islam, tidak ada toleransi sedikit pun terhadap tindakan korupsi. Kasusnya akan diusut tuntas dan pejabat yang terbukti korup mendapatkan sanksi yang tegas. Keadilan pun terwujud, sehingga rakyat merasa aman dan tentram.

Wallahualam bissawab.

Ditulis Oleh: Yanyan Supiyanti, A.Md.- Praktisi Pendidikan

Share:
Komentar

Berita Terkini