Pertanian di Jabar Hadapi Tantangan Kesejahteraan

Redaktur author photo


Ilustrasi

PERTANIAN menjadi salah satu ujung tombak kesejahteraan dan sumber kehidupan rakyat, tetapi di sistem saat ini seolah tak berdaya menghadapi berbagai macam ketimpangan. Yang lebih miris generasi millenial menganggap remeh pekerjaan ini tidak bisa menjanjikan apapun di masa depan, dianggap rendah dan hina. Sistem yang telah menciptakan polarisasi cara berpikir seperti ini.

Keprihatinan dirasakan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman mengenai pertanian di Jabar yang telah mengalami tantangan yang serius dalam hal kesejahteraan petani, biaya pupuk tinggi hingga alih fungsi lahan. Padahal kontrbusi pertanian mencapai Rp600 triliun dari produk domestik regional bruto (PDRB). 

Berbagai tantangan pun sangat beragam, diantaranya ada kesenjangan ekonomi dari kesejahteraan yang jauh berbeda antara petani dan buruh tani dengan kelompok masyarakat di luar pertanian.  Selanjutnya adalah jerat pinjol dengan bunga tinggi mencekik yang makin memberatkan beban hidupnya petani dan buruh petani, ini juga dijadikan tren dengan iming-iming memenuhi kehidupan sehari-hari sebelum masa panen. 

Menurut data statistik pinjol di Jabar mencapai Rp16,5 triliun. Jelas ini situasi yang sangat berat, termasuk pemerintah terkait mencari solusi melalui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan agar menciptakan iklim ekonomi sehat dengan pinjaman yang kebijakannya lebih mudah.

Kemudian alih fungsi lahan dan perubahan cuaca yang mengancam produktivitas padi yang harus dicari solusinya, dan Jabar sudah menargetkan produksi 11 juta ton gabah kering giling (GKG), yang lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya 9,14 juta ton GKG. Serta alih fungsi lahan menjadi perumahan rakyat atau tempat usaha berupa ruko-ruko, tergerusnya alur kerja pertanian yang hanya bergantung cuaca, pupuk mahal, cuaca ekstrem, mengharap panen raya bisa jadi sebaliknya, penuh ketidakpastian. 

Keadaan yang sudah tidak terprediksi membuat para pemilik tanah rela menjual kepada depeloper  ataupun broker, karena lebih pasti menjanjikan uang banyak dengan merelakan punahnya kehidupan tani.

Kisah Gagalnya Program Petani Milenial

[cut]


Beberapa tahun silam untuk meningkatkan minat generasi mudah terhadap profesi pertanian, maka dibuatlah program 'Petani Millenial'. Rizky Anggara bersama 19 orang anggota kelompoknya adalah angkatan pertama di KBB menggarap tanaman hias. Kemudian tanaman hiasnya ada beberapa yang gagal panen, akhirnya per orang meminjam ke bank untuk mendapat kredit usaha rakyat (KUR), tetapi uangnya dikelola oleh PT AJ sebagai avalis atau penjamin dan diberikan dalam bentuk barang-barang keperluan pertanian.

Seiring berjalannya waktu, ada yang berhasil panen, ada yang gagal. Lebihnya laba penjualan tidak mereka dapatkan, cicilan ke bank yang didapatkan, Rp618,15 juta entah kemana wujudnya. 

Ketika diakukan rapat Rizky tak mendapat dukungan dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar sebagai pemilik program. Kemudian anggota mereka terlilit hutang. Kasus ini diviralkan, barulah para stake holder bahkan sampai Gubernur RK merespon dan meminta maaf atas kejadian ini. Itulah sekilas cerita sedih menimpa pelaku petani millenial. 

Faktanya dikonfirmasi bank dunia bahwa dibanding beberapa produsen beras di Asia, justru di Indonesia petani padi mengeluarkan biaya tinggi, lebih dari Vitenam. Walhasil sektor pertanian dipandang tidak menjanjikan, identik petani itu hidupnya miskin. Dan gen Z semakin yakin sektor pertanian tidak masuk list pekerjaan impian. 

Sisi Islam

Negara akan punya peran besar memastikan tidak ada satu jengkal pun tanah pertanian yang boleh terlantar dengan berbagai alasan. Yang punya tanah, wajib menggarapnya/ dimanfaatkan. Jika tidak sanggup akan berpindah kepemilikan setelah masa menunggu 3 tahun.

[cut]



Kepada yang sanggup mengelola akan diberikan modal oleh negara dan didukung agar membantu urusanya sukses. Karena kepemimpinan dalam Islam tegak diatas keimanan dan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Jadi tidak ada kepentingan bisnis dengan terus menghitung penngorbanan rakyatnya.

Karena tidak ada kepentingan bisnis, maka tidak ada kasus korupsi diantara pejabat dan pengusaha, serta mafia impor yang menghiasi sistem kapitalis. Semua bersumber keuangannya dari baitulmal yang punya 12 sumber pemasukan melimpah ruah sehingga menyejahterakan rakyat untuk punya modal dalam memulai usaha taninya, yang berujung nantinya untuk kedaulatan pangan dalam hal politik, sehingga cita-cita mendapatkan sumber pangan murah, sehat, berkualitas bukan lagi impian. 

Dengan Islam Kaffaah tidak ada kesulitan berarti dalam penyelesaian problematika pertanian, salah satunya modal yang mudah didapatkan tanpa riba. Nampak jelaslah raut-raut kebahagiaan jika sistem ini tegak, sampai bisa membawa pada level tinggi kesejahteraan. 

Jadi rakyat dalam kaca mata negara saat ini adalah beban yang harus terus dihidupi, tetapi Islam menganggap ini amanah kepemimpinan sehingga kebutuhannya harus selalu dipenuhi. Walahu A’lam bishawwab.

Ditulis Oleh; Ina Agustiani, S.Pd- Praktisi Pendidikan, Pegiat Literasi

Share:
Komentar

Berita Terkini