Sumiati-Pendiidk Generasi |
KETIKA bencana tiba, kembali setiap jiwa mengeja amalnya. Adakah akibat ulah tangannya, atau hanya gejala alam semata.
Seperti musibah gempa bumi berkekuatan magnitudo (M) 5.0 pada 18 September 2024 yang mengguncang Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Duka mendalam atas kerusakan bangunan dan timbulnya korban atas gempa bumi ini.
Sukahar Eka, Fungsional Penyelidik Bumi dari Badan Geologi menjelaskan, gempa tersebut dipicu oleh patahan atau Sesar Kertasari, patahan yang baru ditemukan.
Namun, sejatinya, Kertasari adalah langganan gempa bumi. Wilayah ini termasuk wilayah dengan kontur tanah yang labil dan berada dekat episentrum gempa bumi Samudra Indonesia. Di samping itu, sejumlah jalur sesar juga dekat dengan Kertasari, seperti Sesar Garsela dan sesar yang berada di daerah Pangalengan.
Dari bencana tersebut, tentu kita sebagai masyarakat Jabar, tak ingin bencana kembali terulang. Inginnya tenang, damai, tak mendengar kata bencana. Tetapi, jika ini terjadi kembali, sudah saatnya, menyadarkan setiap diri, apakah yang terjadi? Pembangkangan yang makin merajalelakah, hingga Allah perintahkan alam untuk memberikan pelajaran atau karena ada hal lain? Semua ini agar manusia jera, dan kembali bertobat atas setiap dosa-dosanya.
[cut]
Salah satu penyebabnya, selalu ada yang menjadi korban, karena negara tidak memiliki mitigasi penanggulangan bencana yang cukup. Sehingga, tidak terkontrol, kondisi wilayah yang akan mendapatkan korban lebih banyak. Juga tidak memiliki teknologi yang lebih canggih, untuk mendeteksi, bencana alam seperti gempa. Bahkan, ketika bencana terjadi pun, masih menyisakan cerita pilu, karena tidak tuntasnya penanggulangan bencana tersebut.
Selain dari itu, maksiat pun menjadi penyebab terjadinya bencana alam. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Ar-ruum ayat 41.
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". (Q.S.30:41)
Tafsir An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi.
Ketahuilah wahai manusia bahwasanya menyebarnya keburukan dari segala keburukan serta diangkatnya keberkahan dan berkurangnya keturunan, peperangan dan selainnya; Semuanya karena sebab apa yang telah kalian lakukan dari dosa dan maksiat, serta meninggalkan perintah Allah dan mengerjakan larangan-larangan-Nya.
[cut]
Semua itu adalah sebagai hukuman bagi kalian atas amalan-amalan kalian yang buruk. Kemudian Allah menyebutkan hikmah akan hal itu yaitu ke Maha Lembutan Allah bagi hamba-Nya dan kasih sayang-Nya bagi mereka agar mereka bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, dan agar muamalah mereka mengikuti tuntunan Rasulullah saw.
Benar adanya, tafsir yang dikemukakan di atas, salah satu bencana alam, akibat perbuatan dosa manusia. Kemaksiatan itu terus terjadi, akibat dari tidak diterapkannya hukum Islam. Sehingga para pelaku maksiat itu tidak kenal jera.
Dan tentunya, hukum Islam tidak diterapkan, karena negeri ini menerapkan hukum buatan manusia, yakni kapitalis demokrasi. Sebuah sistem yang tidak mendukung adanya aturan yang sesuai dengan Al-Qur'an. Yang menjadi penyebab makin merajalela maksiat, kemudian mendatangkan murka sang Maha Pencipta, yakni Allah Swt.
Aturan Islam begitu rinci mengatur urusan manusia. Termasuk penanggulangan bencana. Yaitu, memiliki mitigasi bencana. Yang merupakan serangkaian upaya yang dilakukan manusia, untuk mengurangi resiko bencana. Bisa dengan pembangunan fisik, maupun penyadaran kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Contoh mitigasi : Membuat peta wilayah yang rawan bencana, membuat bangunan tahan gempa, menanam pohon bakau, penghijauan hutan, dan lain sebagainya. Ini bisa dilakukan, ketika bencana belum tiba, sebagai pencegahan terlalu banyak korban.
[cut]
Kemudian, bisa dengan perencanaan dan zonasi, perlindungan dataran banjir, relokasi properti atau penjangkauan publik. Kesiapan pemasaran sistem peringatan bencana, pembelian alat komunikasi atau latihan tanggap darurat bencana. Hal ini dilakukan, agar resiko bencana tidak terlalu parah, ketika menimpa warga.
Begitu pun dalam hal kemaksiatan yang merajalela dan mengundang bencana. Semestinya, menjadi sebuah renungan yang mana syariat Islam wajib ditegakkan secara kafah. Sehingga, alam tak lagi murka. Karena bagi alam semesta ini, akan sami'na wa atha'na pada Sang Maha Pencipta, ketika diseru untuk meluluhlantakkan penduduk bumi sesuai dengan perintah-Nya.
Ditulis Oleh: Sumiat- Pendidik Generasi