Catatan Kritis: Sekolah tanpa Gedung di Kota Bandung

Redaktur author photo
Yanyan Supianti-Pendidik Generasi

MIRIS, itu kalimat yang pas menggambarkan ironisme ketika melihat ada sekolah tanpa gedung. Dan mirisnya lagi, itu sudah terjadi saat sekolah itu berdiri tahun 2018, berarti sudah enam tahun.

Sebuah video sempat beredar yang memperlihatkan sejumlah siswa berseragam SMP melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan duduk lesehan beralaskan plastik terpal berwarna biru, tidak ada kursi atau pun meja. Diketahui bahwa sekolah tersebut adalah SMPN 60 Kota Bandung.

Sebetulnya, bukan tidak ada kursi dan meja untuk para siswa belajar menurut Humas SMPN 60 Bandung Rita Nurbaini. Disdik Kota Bandung memberikan kursi dan meja yang  tersimpan di teras sekolah. Tidak digunakan karena siswa SMPN 60 Bandung menumpang dibangunan sekolah SDN 192 Ciburuy, Regol, Kota Bandung.

Dikarenakan siswa SMPN 60 ada 9 rombel (rombongan belajar) dan kelas di SDN 192 hanya ada 7 rombel, jadi ketika terjadi pembelajaran, 7 rombel masuk kelas dan 2 rombel diluar.

Rita mengatakan, kondisi seperti ini terjadi sejak 2018 atau sejak sekolah ini didirikan, karena keinginan masyarakat yang padat dan banyak, jadi zonasi sudah berlaku untuk mengikuti zonasi dari sini ke SMP Negeri yang lain jaraknya jauh bisa sampai 3-5 KM.

Siswa SMPN 60 Kota Bandung berjumlah 270 orang, terbagi dalam dua rombel untuk kelas 7, empat rombel untuk kelas 8 dan tiga rombel untuk kelas 9.

[cut]


Orang tua dan siswa kerap menanyakan kapan gedung sekolah dibangun. Beberapa pihak sudah menyatakan akan mengupayakan pembangunan.

Ruangan guru, kepala sekolah, dan TU dijadikan satu, karena tidak ada lagi ruangan yang bisa ditempati.

Sungguh prihatin, mereka menumpang di bangunan SD Negeri, dan tidak semua kelas dapat tertampung dalam bangunan SD tersebut. Mirisnya lagi itu, adalah SMP Negeri.

Pendidikan adalah salah satu bidang penting dalam menentukan masa depan bangsa, dan merupakan kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme yang saat ini sedang mencengkeram dunia, pengelolaan pendidikan yang tidak berpihak penuh pada rakyat. 

Hal ini makin jelas ketika sekolah berdiri karena kebutuhan rakyat, tetapi negara tidak memfasilitasi ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan  proses belajar mengajar.

Negara memang sudah mengalokasikan anggaran pendidikan. Sayangnya, dana sebenarnya sangatlah sedikit. Itupun hari ini ada banyak hal yang membuat dana tak dapat terserap sempurna, di antaranya adanya salah kelola, bahkan juga menjadi ajang korupsi.

[cut]


Sistem kapitalisme liberal menghasilkan negara yang bermasalah secara ekonomi. Pembangunan infrastruktur sekolah pun terhambat. Ditambah dengan buruknya birokrasi karena otonomi daerah. Negara (pemerintah pusat) berlepas tangan dari urusan pendidikan.

Negara di bawah sistem kapitalisme jauh dari fungsi raain (pengurus), malah cenderung diserahkan kepada pihak swasta atau asing.

Penanganan yang lambat atas berbagai persoalan hingga tidak tertangani begitu banyak. Daerah menunggu respon pemerintah pusat. Namun, tidak kunjung diselesaikan. Akhirnya, melahirkan praktik pengelolaan anggaran yang korup, jauh dari nilai-nilai agama (sekularisme).

Alokasi dana pendidikan yang asalnya sedikit, tidak dapat terserap secara sempurna. Kemudian, tanggung jawab kewajiban penyelenggaraan pendidikan juga menjadi lemah. Malah berbuah penelantaran dan pembiaran.

Berbeda dengan pengelolaan pendidikan di bawah sistem Islam. Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu bidang strategis untuk membangun peradaban yang maju dan mulia.

Pendidikan juga merupakan kebutuhan pokok rakyat yang wajib disediakan negara dengan anggaran yang bersifat mutlak. Negara dalam Islam adalah raain, sehingga negara akan mengurusnya dengan cara terbaik sesuai tuntunan syara.

[cut]


"Imam (Khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari)

Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikannya dengan kualitas terbaik. Infrastruktur pendidikan dalam Islam harus memadai.

Negara memiliki big data kependudukan yang akan dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan. Negara akan mengetahui berapa jumlah rakyatnya yang memerlukan pendidikan. Negara akan memetakan penyebaran rakyat yang membutuhkan sekolah.

Negara wajib menyediakan sarana dan prasarana yang memadai. Dari mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi harus memiliki fasilitas pendidikan yang sama dan dapat menikmati fasilitas pendidikan yang berkualitas.

Negara yang bertanggung jawab sebagai pengurus rakyat. Seluruh pembiayaan menjadi tanggung jawab negara. Pendidikan tidak boleh dijadikan ladang bisnis oleh negara.

Negara mampu memenuhi kebutuhan anggaran, karena syara sudah menetapkan sumber-sumber pendapatan negara sesuai dengan sistem ekonomi Islam.

[cut]


Seluruh pembiayaan pendidikan diambil dari Baitul Maal. Negara mampu memenuhi kebutuhan anggaran pendidikan.

Negara tidak akan menunda pembangunan infrastruktur pendidikan hanya karena kekurangan anggaran tidak bisa bersekolah atau bersekolah dengan fasilitas seadanya.

Penyediaan tenaga pengajar yang profesional, dengan gaji yang layak diberikan oleh negara.

Inilah sistem pendidikan Islam yang bisa diakses secara gratis oleh siapa pun, dengan sarana dan prasarana yang terbaik dan unggul. Hanya Islam yang mampu mewujudkan sistem pendidikan seperti ini.

Sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka dan kemiskinan mereka, Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya." (HR Abu Daud dan Tirmidzi dari Abu Maryam)

Wallahualam bissawab.

Ditulia Oleh: Yanyan Supiyanti, A.Md-Pendidik Generasi 

Share:
Komentar

Berita Terkini