Ilustrasi |
inijabar.com, Kota Bekasi- Pengelolaan keuangan dan budaya koruptif di era kepemimpinan Tri Adhianto tahun awal 2022 hingga Oktober 2023 menunjukan tidak ada perubahan pasca kasus korupsi yang menimpa mantan Walikota Bekasi Rahmat Effendi.
Misteri hilangnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023 sebesar Rp16,9 miliar menjadi citra negatif dalam kepemimpinan Tri yang kini berambisi untuk berkuasa kembali melalui Pilkada 2024.
Kerugian negara ini terungkap dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhitung 31 Desember 2023.
Pemerintah Kota Bekasi bersama dengan DPRD setempat menetapkan APBD 2023 sebesar Rp5,93 triliun. Kebijakan umum APBD Kota Bekasi 2023 memuat program-program yang akan dilaksanakan Pemkot Bekasi.
Di antara program kerja yaitu, proyeksi pendapatan daerah, alokasi perangkat daerah, sumber, dan penggunaan pembiayaan yang sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 84 Tahun 2022, tentang Pedoman Penyusunan APBD 2023.
Kota Bekasi yang kala itu dipimpin Tri Adhianto sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota menyajikan belanja barang dan jasa tahun anggaran 2023 sebesar Rp2,71 triliun.
[cut]
Ilustrasi |
Dari anggaran belanja jumbo itu, Pemkot Bekasi mempunyai persediaan anggaran sebesar Rp120,1 miliar dan beban persediaan anggaran Rp491,5 miliar.
Dalam realiasi belanja di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Bekasi, BPK dalam auditnya menemukan penyimpangan dilakukan oleh beberapa pengguna anggaran.
Pada Dispora Kota Bekasi, BPK menemukan penyimpangan anggaran berbau korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) pada program belanja alat - alat olahraga masyarakat sebesar Rp9.931.505.000 dari APBD tahun 2023 dengan dua tahap. Tahap pertama realiasi Rp4.979.055.000 dan tahap kedua Rp4.952.450.000.
BPK juga menemukan penyimpangan anggaran realisasi belanja modal peralatan dan mesin tahun 2023 sebesar Rp 8.523.534.084 dari nilai belanja yang dialokasikan Rp383.725.125.906.
Dari nilai anggaran Rp383.725.125.906, temuan BPK berasal dari pengelolaan anggaran belanja mesin pada Dinas Pendidikan Kota Bekasi Rp24.908.739.049. Kemudian RSUD Pondok Gede Rp5.990.379.776, dan RSUD Jatisampurna Rp5.984.000.000.
Kerugian negara dari temuan BPK jika dikarkulasikan sebesar Rp18.455.039.084. Namun, BPK baru menemukan pemulihan anggaran dengan penyetoran ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebesar Rp1,5 miliar. Sementara sisanya Rp16,9 miliar masih menjadi misteri.
[cut]
Ilustrasi |
Inspektorat Kota Bekasi menemukan bahwa terdapat kerugian negara yang mencapai miliaran rupiah dalam pengadaan alat olahraga tersebut.
Anggaran yang terbuang percuma ini menunjukkan adanya kelalaian dalam pengawasan anggaran oleh pejabat yang bertanggung jawab.
Sebagai pemimpin tertinggi di Kota Bekasi pada masa awal tahun 2022 hingga akhir 2023, Tri Adhianto seharusnya melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan anggaran daerah, terutama setelah kasus korupsi besar yang melibatkan mantan Wali Kota Rahmat Effendi.
Kekurangannya dalam pengawasan ini kini menjadi sorotan, terlebih saat dirinya berambisi maju sebagai calon Wali Kota Bekasi pada Pilkada 2024.
Tri Adhianto, yang juga merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi, kini harus menghadapi tantangan berat karena kasus ini mencoreng citranya sebagai calon walikota yang akan datang.
Aktivis Human City, Adi Bunardi menyampaikan temuan oleh BPK hingga dugaan korupsi yang telah bergulir di Kejari Kota Bekasi tak lepas dari bayang - bayang Tri Adhianto.
"Implementasi penggunaan anggaran yang terindikasi (dugaan) korupsi itu menunjukan sikap kepala daerah yang lemah karena tidak mampu menjaga amanat rakyat melalui APBD yang dianggarkan," kata Adi. Kamis (21/11/2024).
Selaku Kepala Daerah periode 2018-2023, Adi Bunardi menuding Tri Adhianto abai akan tanggungjawabnya pada pengadaan dan pengawasannya dalam penggunaan anggaran di OPD.
"Meskipun teknisnya ada pada dinas terkait, dalam hal ini tidak ada prajurit yang salah sepenuhnya, perlu ada tanggungjawab komandan (kepala daerah)," kata dia.(*)