Debat Publik Pilkada Kuningan 2024 |
inijabar.com, Kuningan- Debat kandidat calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Kuningan Tahun 2024, telah dilaksanakan kemarin pada hari Minggu (3/11/2024) mendapat kritik dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kuningan.
Ketua HMI Cabang Kuningan Eka Kasmarandana mengaku kurang puas Debat Publik Perdana yang dianggap kurang memenuhi harapan masyarakat, terutama generasi muda. Menurutnya, debat seharusnya menjadi ajang bagi ketiga kandidat untuk menunjukkan pemahaman terhadap visi misi ataupun isu strategis di Kabupaten Kuningan dan menawarkan solusi konkret.
Melihat sekilas tayangan debat Pilkada di Media sosial tampak terang benderang bahwa debat yang seharusnya menjadi ajang untuk saling menguji ide, menawarkan visi, dan memertahankan argumen terkait solusi atas masalah-masalah masyarakat, malah menjadi forum pertunjukan retorika belaka. Tidak terjadi perdebatan yang sebenarnya.
Debat yang seharusnya menjadi sarana pembelajaran politik bagi publik berubah menjadi sekadar 'ajang silaturahmi' antar calon dan saling lempar sindiran.
Sedikit sekali para calon mempersoalkan kelemahan program lawan atau membela visi mereka secara sengit dengan data dan argumen kuat.
Hal ini merupakan ancaman bagi kualitas demokrasi, karena bisa memunculkan pemimpin yang terpilih bukan karena kapasitas dan kapabilitas, melainkan karena adegan kreatifnya. Dalam jangka panjang akan berdampak pada menurunnya kualitas pemerintahan di daerah.
Dalam konteks Pilkada, alasan kenapa ada program debat adalah untuk menunjukkan kemampuan berpikir kritis para calon, kemampuan merumuskan solusi realistis, dan bertanggung jawab atas janji-janji mereka. Padahal masyarakat berharap para kandidat menampilkan visi dan misi terbaik dengan program kerja yang jelas dan terukur sesuai persoalan yang dihadapi di daerah.
Terus juga kegagalan dalam memahami persoalan di masyarakat, akibatnya apa yang disampaikan cenderung jadi olok-olok. Kami menegaskan memahami persoalan di masyarakat butuh perspektif dan pengalaman. Ketika dua hal tersebut tidak mampu dipunyai, maka ide atau gagasan cenderung kosong dan berjarak dengan kebutuhan masyarakat.
"Kami berharap agar debat yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia bukan hanya sebagai ajang pamer jargon atau visi misi di ruang digital tanpa benar-benar menyentuh subtansi, atau minim pembahasan mendalam tentang persoalan kompleks yang terjadi saat ini dan terkhusus yang ada di Kabupaten Kuningan.,"ujarnya.
Walaupun debat perdana berjalan baik, tetapi KPU Kabupaten Kuningan juga mendapat catatan kritis dalam penyelenggaraan, seperti yang sudah beredar yakni perihal persiapan yang kurang maksimal dan transparansi anggaran juga yang tidak terbuka, dan ini menjadi catatan penting bagi KPU yang harus di sikapi.
Menanggapi perihal debat kandidat Pilkada, bahwasanya dalam Keputusan KPU Nomor 1363 tahun 2024. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memfasilitasi penyelenggaraan debat publik atau debat terbuka antar pasangan calon paling banyak tiga kali.
Maka dari itu hemat kami, untuk melihat sejauh mana keseriusan dan kemampuan para kandidat untuk meyakinkan masyarakat melalu debat terbuka itu perlu adanya debat lanjutan, karena kalau hanya dilakukan satu kali belum terlihat esensi perdebatan yang berbobot, apalagi visi misi yang belum tersampaikan dengan baik.
Debat Pilkada kali ini bukan lagi sebagai wadah diskusi publik. Diskusi dalam debat lebih fokus pada bagaimana tampil mengesankan di hadapan kamera dan media sosial, tidak lagi fokus pada penyelesaian masalah dan penyampaian visi misi.(IkRo)