Ilustrasi |
inijabar.com, Kota Bandung- Meningkatnya jumlah perceraian sepanjang 2024 di Jawa Barat menimbulkan persoalan baru dalam penanganan angka kemiskinan.
Permasalahan ekonomi menjadi alasan kasus perceraian rumah tangga. Termasuk soal pinjaman online yang menjerat sebuah keluarga.
"Di tahun 2023, perceraian di Jawa Barat mencapai angka 90 ribu, padahal 10 tahun lalu hanya 60 ribu. Ini menunjukkan adanya peningkatan yang sangat signifikan," ungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman di Arcamanik, Kota Bandung, Selasa (24/12/2024).
Herman menjelaskan, dari jumlah tersebut, sekitar 70 ribu di antaranya adalah gugatan cerai yang diajukan oleh perempuan. Ini menandakan peran ibu-ibu sebagai garda terdepan dalam proses perceraian.
Dia juga menyatakan, masalah ini tidak hanya berdampak pada pasangan yang bercerai, tetapi juga pada anak-anak yang menjadi korban.
“Kami juga mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan anak yang berhubungan dengan masalah keluarga, yang kini menjadi tantangan besar bagi kita semua,” ucapnya.
Herman menekankan pentingnya peran ibu dalam menjaga keharmonisan keluarga. Menurutnya, ibu-ibu harus menjadi agen perubahan agar keluarga tetap utuh dan kualitas hidup mereka terus meningkat.
Namun, kata Herman, pihaknya juga mencatat bahwa indeks perempuan terhadap pendapatan keluarga di Jawa Barat hanya mencapai 29, jauh di bawah angka nasional yang mencapai 39.
Herman menambahkan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat meluncurkan program pemberdayaan ekonomi perempuan yang dinamakan West Java Women and Empowerment sejak 2024 untuk mengatasinya.
Program ini, kata dia, bertujuan untuk memberikan pelatihan ekonomi kepada perempuan di berbagai daerah.
"Kami sudah melatih 135 perempuan di 27 kota/kabupaten, serta 1.200 perempuan di 627 kecamatan. Kami menargetkan untuk melatih 100 perempuan per desa pada tahun 2025," ujarnya.
Dia menjelaskan, program ini juga menyediakan akses permodalan yang bekerja sama dengan Bank Jabar Banten (bjb) dengan suku bunga yang sangat kompetitif, yaitu hanya 3-5 persen per tahun.
Hal ini bertujuan untuk membantu perempuan menghindari jeratan pinjaman online (pinjol) yang semakin marak.
"Pinjol di Jabar sudah mencapai Rp 18,6 triliun, dan ini sangat meresahkan. Terutama, banyak ibu-ibu yang terjebak dalam pinjaman ini karena tidak ada pilihan lain," ungkapnya.
Pemberdayaan perempuan, kata Herman, bukan hanya soal meningkatkan pendapatan, tetapi juga memperkuat peran mereka sebagai pilar keluarga.
Herman juga berharap, perempuan akan semakin memiliki kesadaran akan pentingnya kontribusi ekonomi dalam keluarga serta peran mereka dalam menjaga keharmonisan keluarga.
Melalui pelatihan yang terus berkembang dan dukungan finansial yang kuat, diharapkan program ini dapat menurunkan angka perceraian dan meningkatkan kualitas hidup perempuan serta keluarga di Jawa Barat.(*)