Ilustrasi |
inijabar.com, Kota Bekasi- Sejumlah kasus yang disinyalir menyentuh calon kepala daerah di Pilkada Kota Bekasi terkena moratorium dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Dua kasus yang ramai disorot publik di Kota Bekasi yakni proyek peralatan olahraga tahun 2023 terdapat kerugian negara sebesar Rp4,7 miliar pada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bekasi.
Dan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait kelebihan pembayaran pada 4 CV (Commanditaire Vennotschaap) di Dinas Pendidikan Kota Bekasi tahun 2023 mencuat setelah BPK mempublish hasil audit di Dinas Pendidikan Kota Bekasi.
Kasus tersebut 'mandek' penangannya di Kejari Kota Bekasi disinyalir karena adanya moratorium dari Kejaksaan Agung RI. Pasalnya dua kasus tersebut ada dugaan melibatkan calon kepala daerah yang maju di Pilkada Kota Bekasi 2024.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 se Indonesia sendiri sudah rampung melewati tahap rekapitulasi hasil suara namun saat ini masih harus menunggu hasil putusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Praktisi Hukum H.Bambang Sunaryo.SH mengomentari moratorium dari Kejagung RI. Menurut dia proses hukum harusnya sudah dijalankan kembali oleh Kejari Kota Bekasi.
"Tahapan Pilkada kan sudah selesai dan hanya menunggu penetapan saja. Saya kira seharusnya moratorium sudah tidak berlaku lagi. Silahkan kejaksaan meneruskan penanganan kasus-kasus dugaan korupsi terutama di Kota Bekasi,"ujarnya. Sabtu (14/12/2024).
H.Bambang menambahkan, janji Kejari Kota Bekasi akhir tahun ini (Desember) kan akan diekspos penanganan kasus proyek peralatan olahraga dan juga kerugian negara di Disdik.
"Harus segera diekspos sejauh mana penanganan Kejari Kota Bekasi pada dua kasus dugaan korupsi di Pemkot Bekasi itu,"sindirnya.
Koordinator ICW, Agus Sunaryanto, juga mengaku sangat menyesalkan moratorium yang dikeluarkan Jaksa Agung.
“Hukum yang seharusnya dijadikan panglima, justru berada di bawah ketiak politik,"ucap Agus.
Jika langkah Jaksa Agung itu dibiarkan, tambahnya, para anggota legislatif ataupun kepala daerah yang ‘bermasalah‘ berpotensi mempengaruhi proses hukum dan bahkan menghilangkan barang bukti dengan kekuasaan yang mereka miliki usai terpilih.
“Justru saat ini harusnya dijadikan momentum agar hukum dijadikan saringan utama untuk mengantisipasi calon pejabat publik yang rekam jejaknya buruk khususnya terindikasi korupsi,“ tandasnya.
Sekedar diketahui, Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan, instruksi Jaksa Agung soal penundaan proses hukum calon kepala daerah yang mengikuti Pilkada 2024, bukan untuk melindungi tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
"Saya mau tegaskan, yang pertama bahwa bukan dimaksudkan akan melindungi kejahatan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar di Lapangan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI di Jakarta.
Ia juga menegaskan bahwa penundaan proses hukum itu bertujuan untuk menjaga objektivitas proses demokrasi yang berjalan.
"Supaya tidak ada black campaign (kampanye hitam), supaya tidak ada satu calon yang menjadikan suatu isu untuk menjatuhkan calon yang lain," tegas dia.
Harli memastikan bahwa Kejagung akan melanjutkan proses hukum kepala daerah yang bermasalah setelah Pilkada berakhir.
"Setelah itu (Pilkada 2024), tentu proses hukum akan terus dilaksanakan dan dijalankan," pungkasnya.(*)