Ilustrasi |
PEMERINTAH telah membatalkan rencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN secara umum pada 2025 dari 11 persen ke 12 persen. Kenaikan tarif hanya akan diberlakukan untuk barang-barang kategori mewah mulai 1 Januari 2025.
Dalam konferensi pers seusai menghadiri Rapat Tutup Buku Tahunan di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024), Presiden Prabowo Subianto menegaskan, penetapan tarif PPN 12 persen hanya diberlakukan untuk barang dan jasa mewah yang selama ini dikonsumsi masyarakat golongan atas/kaya. (Kompas.co.id, 31 Desember 2024)
Pembatalan kenaikan PPN 12 persen secara umum seolah menjadi angin segar bagi masyarakat. Kebijakan tersebut dianggap sebagai langkah strategis untuk meringankan beban masyarakat di tengah tantangan ekonomi global dan domestik yang belum stabil. Namun benarkah pembatalan PPN secara umum mampu menjaga kestabilan perekonomian masyarakat?
Faktanya kenaikan pajak 12 persen terhadap barang mewah akan tetap berdampak pada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah karena dalam sistem kapitalisme terdapat mekanisme ekonomi 'spill over effect', yakni ketika harga barang-barang mewah mengalami kenaikan maka biaya hidup secara keseluruhan juga meningkat.
Misalnya kenaikan tarif PPN pada kendaraan mewah dapat memengaruhi biaya logistik dan transportasi barang kebutuhan pokok. Walhasil, konsumen dari semua lapisan harus membayar harga yang lebih tinggi untuk barang kebutuhan sehari-hari.
[cut]
Lebih jauh lagi saat masyarakat yang bekerja pada sektor-sektor pendukung konsumsi barang mewahpun akan terdampak. Ketika permintaan barang mewah menurun akibat kenaikan pajak, pekerjaan mereka ikut terdampak.
Pembatalan kenaikan pajak 12 persen pun tidak memberikan pengaruh lebih baik pada kondisi ekonomi masyarakat, karena dalam sistem kapitalisme negara tidak mampu mengendalikan pasar maupun arus barang dan jasa. Buktinya pada saat menjelang penerapan kebijakan kenaikan PPN 12 persen para pelaku industri sudah mengambil tindakan menaikan harga terlebih dahulu padahal pajak belum resmi dinaikan.
Batalnya kenaikan pajak 12 persen secara umumpun tidak mampu menghilangkan bukti kuat bahwa negara abai terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat, karena selama pajak menjadi sumber utama pendapatan negara maka sarana dan prasarana kebutuhan publik sejatinya diambil dari APBN yang notabene perolehan pajak yang dipunggut dari rakyat.
Misalnya saja kebijakan makan gratis yang seolah memperhatikan rakyat, sebagaimana kita ketahui anggaran makan gratis diperoleh dari APBN sebanyak Rp 71 triliun yang notabemer APBN merupakan kumpulan pajak yang dipungut dari rakyat. Maka kebijakan pajak yang berlaku di negara ini memperlihatkan bahwasanya pada hakekatnya rakyatlah yang membiayai kebutuhannya sendiri.
Inilah karakter pemimpin populis otoriter yang lahir dari sistem kapitalisme. Kebijakannya seolah peduli pada rakyat padahal sejatinya kebijakan tersebut menyengsarakan rakyat. Lantas adakah sistem kehidupan yang melahirkan pemimpin amanah pengurus rakyat? Adakan sistem kehidupan yang menempatkan pajak secara proporsional tanpa membebani rakyat?
Islam merupakan agama yang memancarkan aturan kehidupan tentu memiliki ketentuan dalam hal pengaturan kehidupan. Pemimpin dalam Islam berfungsi sebagai ri'ayah su'unil al-ummah (mengurus urusan umat). Negara merupakan wadah yang mengatur urusan rakyat secara praktis dengan aturan yang bersumber dari pencipta.
[cut]
Dalam Islam, negara akan menerapkan sistem politik dan ekonomi Islam salah satunya penetapan sumber pendapatan negara yang bukan bersumber dari pajak. Islam memandang pajak sebagai alternatif terakhir sumber pendapatan yakni ketika negara mengalami kondisi tertentu saja, misalnya saat terjadi pandemi yang menyebabkan defisitnya kas negara. Penarikan pajak pun hanya kepada kalangan aghnia (orang kaya) saja, dan dalam jangka waktu tertentu saja. Saat kas negara stabil, maka pajak tidak diberlakukan lagi.
Islam menetapkan beragam sumber pendapatan negara salah satunya melalui harta milik umum (SDA), fa'i yaitu harta rampasan perang yang didapatkan oleh kaum muslim dari musuh tanpa peperangan adapun kharaj yakni pungutan terhadap wilayah yang ditaklukan oleh kaum muslimin terhadap non muslim, zakat dll.
Beragam sumber pendapatan yang dikelola negara dengan pengaturan sistem politik dan ekonomi islam akan mampu menjamin kesehateraan rakyat individu per individu. Pengelolaan harta dilakukan negara tanpa campur tangan pengusaha/pemilik modal.
Di dalam Islam haram hukumnya negara menyentuh harta rakyat. Negara akan mengelola harta yang hasilnya diperuntukkan untuk kemaslahatan umat dan menjamin kebutuhan umat yang akan memudahkan kehidupan umat.
Walhasil didalam Islam, Negara berperan sebagai ra'in yakni pengurus rakyat. Maka sudah saatnya umat kembali kepada aturan Islam yang membawa kemaslahatan.
Wallahu'alam bishshawab
Penulis : Siti Solehati, S.E- Aktivis Muslimah Cimahi