Banyak Yang Belum Tahu Sejarah Perkembangan Ijazah di Indonesia

Redaktur author photo
Ilustrasi

RAMAI nya pemberitaan terkait ijazah yang tertahan di sekolah setelah Dinas Pendidikan Jawa Barat mengeluarkan surat edaran yang intinya meminta sekolah SMA/SMK, Aliyah baik negeri maupun swasta untuk memberikan ijazah kepada siswa lulusan yang masih berada di sekolah di masing-masing tanpa syarat beban tunggakan biaya.

Bagi sekolah negeri permintaan Disdik Jabar tersebut tidak menjadi masalah. Namun berbeda dengan sekolah swasta yang memang mengandalkan operasional sekolah dari para siswa nya.

Total tunggakan biaya yang harus dibayarkan oleh para siswa yang ijazahnya masih di sekolah diperkirakan mencapai ratusan juta bahkan ada yang sampai tembus di angka milyaran rupiah dengan asumsi masing-masing siswa menunggak biaya rata-rata Rp3 juta lebih per siswa.

Fenomena ijazah tertahan bukan barang baru. Namun banyak yang belum tahu sejarah ijazah di Indonesia.

Dosen filsafat Rocky Gerung pernah mengatakan bahwa ijazah merupakan tanda orang pernah bersekolah bukan tanda orang berfikir.

Namun ada penelitian yang menganalisis sejarah perkembangan ijazah sekolah di Indonesia dengan menggunakan pendekatan historis dan teori modernisasi[1]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa kolonial Belanda, ijazah diperkenalkan sebagai simbol kelulusan yang eksklusif untuk memenuhi kebutuhan administrasi kolonial, menciptakan hierarki sosial melalui akses pendidikan terbatas. Setelah kemerdekaan, ijazah menjadi instrumen penting dalam sistem pendidikan nasional untuk mendukung mobilitas sosial dan ekonomi[5], meskipun menghadapi tantangan kesenjangan regional dan kualitas pendidikan[7]. Di era modern, globalisasi dan teknologi[4] mengubah relevansi ijazah, menuntut adaptasi sistem pendidikan agar tetap kompetitif.

2. Pendahuluan

Sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami perjalanan panjang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor historis, sosial, dan ekonomi. Pada masa kolonial Belanda, pendidikan formal diperkenalkan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan administrasi kolonial, yang menciptakan hierarki sosial melalui akses terbatas ke sekolah-sekolah tertentu. Ijazah mulai diperkenalkan sebagai simbol kelulusan dan kompetensi, meskipun hanya dapat diakses oleh kalangan elit. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia berupaya mengubah sistem pendidikan menjadi lebih inklusif, menjadikan ijazah sebagai alat penting untuk mobilitas sosial dan ekonomi. Namun, tantangan seperti kesenjangan regional dan kualitas pendidikan yang tidak merata tetap menjadi hambatan dalam mencapai pemerataan pendidikan.

[cut]


Dalam konteks modernisasi, ijazah telah berkembang menjadi elemen penting dalam sistem pendidikan formal di Indonesia[6]. Sebagai bukti pencapaian akademik, ijazah tidak hanya berfungsi sebagai syarat administratif untuk melanjutkan pendidikan atau memasuki dunia kerja, tetapi juga sebagai simbol mobilitas sosial. Namun, globalisasi dan perkembangan teknologi telah mengubah dinamika ini, menuntut sistem pendidikan untuk beradaptasi agar relevansi ijazah tetap terjaga. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi sejarah perkembangan ijazah di Indonesia, dengan fokus pada pengaruh kolonialisme, kebijakan pascakemerdekaan, dan tantangan modernisasi. Dengan pendekatan historis dan analisis teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang peran ijazah dalam sistem pendidikan Indonesia.

3. Landasan Teori

Dalam penelitian ini, teori modernisasi akan digunakan untuk memahami perkembangan sejarah ijazah sekolah di Indonesia. Teori ini menjelaskan bagaimana perubahan sosial, ekonomi, dan budaya memengaruhi sistem pendidikan, termasuk pengenalan dan evolusi ijazah sebagai simbol formal pencapaian akademik. Modernisasi sering kali dikaitkan dengan kebutuhan akan standarisasi dan sertifikasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Oleh karena itu, teori ini relevan untuk menganalisis bagaimana ijazah menjadi bagian dari sistem pendidikan formal di Indonesia.

Teori modernisasi juga menyoroti peran institusi pendidikan dalam membentuk tenaga kerja yang terampil untuk mendukung pembangunan nasional. Dalam konteks Indonesia, ijazah sekolah mulai diperkenalkan sebagai alat untuk mengukur kompetensi individu dan memenuhi kebutuhan pasar kerja. Dengan menggunakan teori ini, penelitian dapat mengkaji bagaimana perubahan kebijakan pendidikan dan tuntutan sosial-ekonomi memengaruhi pentingnya ijazah dalam masyarakat Indonesia dari masa ke masa.

Selain itu, teori ini membantu menjelaskan bagaimana pengaruh kolonialisme Belanda turut membentuk sistem pendidikan formal di Indonesia, termasuk pengenalan ijazah. Pada masa kolonial, pendidikan formal dan ijazah lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan administrasi kolonial. Setelah kemerdekaan, peran ijazah berkembang menjadi simbol mobilitas sosial dan alat untuk mencapai kesetaraan pendidikan. Teori modernisasi memungkinkan analisis yang lebih mendalam tentang transisi ini dalam konteks sejarah Indonesia.

Teori modernisasi juga relevan untuk memahami tantangan yang dihadapi dalam penerapan sistem ijazah di Indonesia, seperti kesenjangan akses pendidikan dan kualitas pendidikan yang tidak merata. Dengan menggunakan teori ini, penelitian dapat mengeksplorasi bagaimana perubahan kebijakan pendidikan, globalisasi, dan perkembangan teknologi memengaruhi relevansi dan fungsi ijazah di era modern. Hal ini penting untuk memahami dinamika sejarah ijazah sekolah di Indonesia secara holistik.

4. Metodologi Penelitian

4.1. Pengumpulan Data Sejarah Pendidikan di Indonesia

[cut]


Pengumpulan data sejarah pendidikan di Indonesia dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan menelusuri sumber-sumber primer dan sekunder. Sumber primer meliputi dokumen resmi pemerintah, seperti arsip kebijakan pendidikan, peraturan terkait ijazah, dan laporan tahunan kementerian pendidikan sejak masa kolonial hingga era modern. Sumber sekunder mencakup buku, artikel jurnal, dan penelitian terdahulu yang relevan. Data dikumpulkan dari perpustakaan nasional, arsip negara, dan institusi pendidikan yang memiliki koleksi historis. Proses ini melibatkan peninjauan sistematis terhadap dokumen untuk mengidentifikasi perubahan kebijakan, pola penerapan ijazah, dan pengaruh sosial-ekonomi yang memengaruhi sistem pendidikan di Indonesia.

Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital, seperti akses ke arsip daring dan database akademik. Peneliti menggunakan kata kunci spesifik, seperti "ijazah sekolah Indonesia[3]" dan "sejarah pendidikan kolonial," untuk menyaring informasi yang relevan. Validitas data dijamin dengan memverifikasi sumber melalui triangulasi, membandingkan informasi dari berbagai dokumen dan arsip. Data yang terkumpul kemudian dikategorikan berdasarkan periode waktu dan tema, seperti pengaruh kolonialisme, kebijakan pascakemerdekaan, dan modernisasi pendidikan[9]. Proses ini bertujuan untuk membangun narasi historis yang komprehensif tentang perkembangan ijazah sekolah di Indonesia.

4.2. Analisis Dokumen dan Arsip Pendidikan

Analisis dokumen dan arsip pendidikan dilakukan dengan meninjau berbagai sumber historis yang relevan, seperti arsip kebijakan pendidikan, peraturan terkait ijazah, dan laporan tahunan kementerian pendidikan sejak masa kolonial hingga era modern. Peneliti mengakses arsip ini melalui lembaga resmi, seperti Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), perpustakaan universitas, dan institusi pendidikan. Dokumen-dokumen tersebut dianalisis secara mendalam untuk mengidentifikasi pola perubahan kebijakan, struktur sistem pendidikan, dan evolusi fungsi ijazah dalam masyarakat. Proses analisis melibatkan peninjauan konten dokumen secara sistematis, dengan fokus pada konteks sosial, ekonomi, dan politik yang memengaruhi kebijakan pendidikan.

Setiap dokumen yang dianalisis diverifikasi keasliannya melalui triangulasi data, membandingkan informasi dari berbagai sumber untuk memastikan akurasi dan konsistensi. Peneliti juga menggunakan teknologi digital untuk mengakses arsip daring dan database akademik yang menyediakan dokumen historis dalam format digital. Analisis dilakukan dengan pendekatan tematik, mengelompokkan data berdasarkan periode waktu dan tema tertentu, seperti pengaruh kolonialisme, kebijakan pendidikan pascakemerdekaan, dan modernisasi sistem pendidikan. Hasil analisis ini digunakan untuk memahami bagaimana ijazah berkembang sebagai simbol formal pencapaian akademik di Indonesia.

4.3. Wawancara dengan Ahli Sejarah Pendidikan

Wawancara dengan ahli sejarah pendidikan dilakukan untuk memperoleh perspektif mendalam mengenai perkembangan ijazah sekolah di Indonesia. Proses ini dimulai dengan mengidentifikasi narasumber yang memiliki keahlian di bidang sejarah pendidikan, terutama yang telah meneliti sistem pendidikan Indonesia dari masa kolonial hingga era modern. Peneliti menyusun daftar pertanyaan semi-terstruktur yang mencakup topik-topik seperti pengaruh kolonialisme terhadap sistem pendidikan, perubahan kebijakan pascakemerdekaan, dan peran ijazah dalam mobilitas sosial. Wawancara dilakukan secara langsung atau melalui platform daring, bergantung pada ketersediaan narasumber, dengan durasi rata-rata 60 hingga 90 menit per sesi.

Setiap wawancara direkam dengan persetujuan narasumber untuk memastikan akurasi data dan memudahkan proses transkripsi. Data yang diperoleh dianalisis secara tematik untuk mengidentifikasi pola-pola penting yang relevan dengan penelitian. Peneliti juga melakukan triangulasi informasi dengan membandingkan hasil wawancara dengan dokumen historis dan literatur yang telah dikumpulkan sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk memastikan validitas dan konsistensi data. Wawancara ini memberikan wawasan kualitatif yang tidak hanya melengkapi data arsip, tetapi juga membantu memahami konteks sosial dan budaya di balik kebijakan pendidikan dan evolusi ijazah di Indonesia.

4.4. Studi Literatur tentang Sistem Pendidikan dan Ijazah

[cut]


Studi literatur dilakukan dengan meninjau berbagai referensi akademik yang relevan untuk memahami sistem pendidikan dan evolusi ijazah di Indonesia. Peneliti mengakses buku, artikel jurnal, dan laporan penelitian yang membahas sejarah pendidikan sejak masa kolonial hingga era modern. Sumber-sumber ini diperoleh dari perpustakaan universitas, database daring, dan arsip digital. 

Peneliti menggunakan kata kunci seperti 'sejarah ijazah Indonesia,' 'sistem pendidikan kolonial[2],'dan 'modernisasi pendidikan' untuk menyaring literatur yang relevan. Setiap literatur dianalisis secara kritis untuk mengidentifikasi tema-tema utama, seperti pengaruh kebijakan kolonial, peran ijazah dalam mobilitas sosial, dan dampak modernisasi terhadap sistem pendidikan.

Proses studi literatur juga melibatkan evaluasi kualitas sumber untuk memastikan validitas dan kredibilitas informasi. Peneliti memprioritaskan literatur yang diterbitkan oleh institusi akademik terkemuka atau penulis yang memiliki reputasi di bidang sejarah pendidikan. Data yang diperoleh dari literatur ini dikategorikan berdasarkan periode waktu dan isu-isu utama, seperti perubahan kebijakan pendidikan pascakemerdekaan dan pengaruh globalisasi terhadap relevansi ijazah. Hasil studi literatur digunakan untuk membangun kerangka konseptual yang mendukung analisis lebih lanjut, serta untuk melengkapi data empiris yang diperoleh melalui wawancara dan analisis dokumen.

5. Hasil dan Pembahasan

5.1. Evolusi Sistem Pendidikan dan Pengenalan Ijazah di Masa Kolonial

Pada masa kolonial Belanda, sistem pendidikan di Indonesia dirancang untuk melayani kebutuhan administrasi kolonial, dengan fokus pada pelatihan tenaga kerja lokal yang terampil namun terbatas pada kelas sosial tertentu. Sekolah-sekolah seperti Europeesche Lagere School (ELS) dan Hollandsch-Inlandsche School (HIS) diperuntukkan bagi anak-anak elit pribumi dan Eropa. Pada masa ini, ijazah mulai diperkenalkan sebagai dokumen formal yang menandakan kelulusan dan kompetensi, meskipun akses terhadap pendidikan dan ijazah sangat terbatas. Ijazah digunakan sebagai alat untuk mengukur kelayakan individu dalam memasuki pekerjaan administratif atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, memperkuat hierarki sosial yang ada.

Namun, sistem pendidikan kolonial juga mencerminkan ketimpangan yang signifikan, di mana mayoritas rakyat pribumi tidak memiliki akses ke pendidikan formal. Ijazah menjadi simbol eksklusivitas yang hanya dapat diakses oleh segelintir orang. Kebijakan pendidikan kolonial ini tidak hanya membatasi mobilitas sosial, tetapi juga menciptakan kesenjangan pendidikan yang bertahan hingga masa pascakemerdekaan. Meskipun demikian, pengenalan ijazah pada masa kolonial menjadi fondasi awal bagi sistem pendidikan modern di Indonesia. Hal ini menunjukkan bagaimana kolonialisme tidak hanya membentuk struktur pendidikan, tetapi juga memperkenalkan konsep sertifikasi formal[8] yang terus berkembang hingga era modern.

5.2. Perubahan Kebijakan Pendidikan Pascakemerdekaan dan Dampaknya terhadap Sistem Ijazah

Setelah Indonesia merdeka, kebijakan pendidikan mengalami transformasi signifikan untuk mencerminkan semangat nasionalisme dan pemerataan akses pendidikan. Pemerintah mulai memperluas sistem pendidikan formal dengan mendirikan sekolah-sekolah negeri di berbagai daerah, yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan yang diwariskan dari era kolonial. Ijazah, yang sebelumnya hanya dapat diakses oleh kalangan elit, mulai menjadi instrumen penting dalam sistem pendidikan nasional. Fungsi ijazah diperluas sebagai bukti kelulusan yang tidak hanya mencerminkan kompetensi akademik, tetapi juga sebagai syarat administratif untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja. Perubahan ini menandai awal dari upaya demokratisasi pendidikan di Indonesia.

Namun, implementasi kebijakan pendidikan pascakemerdekaan menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan infrastruktur, tenaga pengajar, dan kesenjangan regional. Meskipun ijazah menjadi lebih inklusif, kualitas pendidikan di berbagai daerah masih belum merata, menciptakan disparitas dalam nilai ijazah itu sendiri. Selain itu, tekanan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja nasional membuat sistem pendidikan lebih berorientasi pada sertifikasi formal daripada pengembangan keterampilan holistik. Akibatnya, ijazah sering kali dipandang sebagai formalitas administratif daripada representasi kemampuan sebenarnya. Meskipun demikian, kebijakan ini tetap menjadi langkah penting dalam membangun sistem pendidikan yang lebih terstruktur dan terstandarisasi di Indonesia.

5.3. Peran Ijazah dalam Mobilitas Sosial dan Ekonomi di Indonesia

[cut]


Ijazah telah menjadi instrumen penting dalam mendukung mobilitas sosial dan ekonomi di Indonesia. Sebagai bukti formal pencapaian pendidikan, ijazah memberikan akses ke berbagai peluang, seperti pekerjaan yang lebih baik, kenaikan status sosial, dan kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam konteks masyarakat Indonesia, di mana pendidikan sering dianggap sebagai jalan utama menuju perbaikan hidup, ijazah memainkan peran sentral dalam menentukan posisi seseorang di pasar kerja. Namun, akses terhadap ijazah masih dipengaruhi oleh kesenjangan regional dan sosial-ekonomi, yang menciptakan hambatan bagi kelompok masyarakat tertentu untuk memanfaatkan potensi penuh dari sistem pendidikan.

Selain itu, relevansi ijazah dalam mobilitas sosial dan ekonomi juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat dan kebutuhan pasar tenaga kerja. Di beberapa sektor, ijazah sering kali menjadi syarat utama dalam proses rekrutmen, meskipun tidak selalu mencerminkan kompetensi individu secara holistik. Hal ini menimbulkan tantangan, terutama ketika kualitas pendidikan di berbagai daerah tidak merata, sehingga nilai ijazah dapat berbeda-beda. Meskipun demikian, peran ijazah tetap signifikan dalam mendorong transformasi sosial dan ekonomi, terutama bagi individu yang berhasil mengakses pendidikan berkualitas. Dengan demikian, ijazah tidak hanya menjadi simbol pencapaian akademik, tetapi juga alat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5.4. Pengaruh Globalisasi dan Teknologi terhadap Relevansi Ijazah di Era Modern

Globalisasi dan perkembangan teknologi telah membawa perubahan signifikan terhadap relevansi ijazah di era modern. Dalam konteks globalisasi, pasar tenaga kerja semakin terintegrasi, sehingga ijazah tidak hanya menjadi bukti kelulusan, tetapi juga alat untuk bersaing di tingkat internasional. Namun, kebutuhan akan keterampilan praktis dan kemampuan adaptasi sering kali melebihi nilai formal dari ijazah itu sendiri. Teknologi, terutama dalam bentuk platform pembelajaran daring dan sertifikasi digital, telah mengubah cara individu memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Hal ini menciptakan tantangan baru bagi sistem pendidikan formal di Indonesia untuk memastikan bahwa ijazah tetap relevan dalam memenuhi kebutuhan pasar kerja global.

Di sisi lain, teknologi juga membuka peluang untuk meningkatkan akses pendidikan dan sertifikasi, terutama melalui kursus daring dan program pelatihan berbasis teknologi. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang validitas dan pengakuan ijazah non-tradisional dibandingkan dengan ijazah formal. Meskipun demikian, ijazah formal masih memiliki peran penting sebagai standar yang diakui secara luas, terutama dalam sektor-sektor yang sangat terstruktur seperti pemerintahan dan pendidikan. Dengan demikian, relevansi ijazah di era modern semakin bergantung pada kemampuan sistem pendidikan untuk beradaptasi dengan tuntutan globalisasi dan teknologi, sambil tetap mempertahankan kualitas dan kredibilitasnya.

6. Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa ijazah memiliki peran yang signifikan dalam sejarah pendidikan di Indonesia, mulai dari masa kolonial hingga era modern. Pada masa kolonial, ijazah diperkenalkan sebagai alat sertifikasi formal yang mencerminkan hierarki sosial dan akses terbatas terhadap pendidikan. Setelah kemerdekaan, fungsi ijazah berkembang menjadi simbol mobilitas sosial dan alat untuk memperluas akses pendidikan, meskipun tantangan seperti kesenjangan regional dan kualitas pendidikan yang tidak merata tetap ada. Transformasi ini mencerminkan upaya pemerintah dalam mendemokratisasi pendidikan dan menjadikan ijazah sebagai instrumen penting dalam pembangunan nasional.

[cut]


Namun, relevansi ijazah terus menghadapi tantangan di era modern, terutama dengan munculnya globalisasi dan perkembangan teknologi. Meskipun ijazah tetap menjadi standar yang diakui secara luas, kebutuhan akan keterampilan praktis dan sertifikasi non-tradisional semakin meningkat. Hal ini menuntut sistem pendidikan untuk beradaptasi dengan tuntutan pasar kerja global sambil mempertahankan kredibilitas ijazah formal. Secara keseluruhan, ijazah tidak hanya menjadi simbol pencapaian akademik, tetapi juga alat strategis dalam mendukung mobilitas sosial, ekonomi, dan transformasi masyarakat di Indonesia.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini