![]() |
Ilustrasi |
GELOMBANG Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin menjadi ancaman bagi para pekerja di berbagai sektor. Berbagai faktor seperti efisiensi anggaran, penurunan permintaan pasar, hingga tekanan ekonomi global membuat perusahaan memilih langkah cepat dengan memangkas jumlah karyawan.
Sayangnya, bagi pekerja yang terdampak, kehilangan pekerjaan bukan sekadar kehilangan penghasilan, tetapi juga kehilangan kepastian masa depan.
Di tengah kondisi ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang memberikan 60% gaji selama enam bulan bagi korban PHK dengan batas atas upah Rp5 juta.
Sekilas, program ini tampak membantu, tetapi sebenarnya hanya solusi jangka pendek yang tidak menyelesaikan akar permasalahan. Hidup tidak hanya berlangsung selama enam bulan, dan realitas di lapangan menunjukkan bahwa mendapatkan pekerjaan baru bukanlah hal yang mudah.(kumparan.com,16/02).
Faktanya, banyak perusahaan kini menetapkan persyaratan ketat dalam proses rekrutmen, termasuk batasan usia dan pengalaman yang sering kali menyulitkan para pekerja terdampak PHK.
Dengan demikian, setelah enam bulan menerima bantuan, mereka tetap terjebak dalam ketidakpastian tanpa jaminan lapangan kerja yang layak.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana sistem ekonomi kapitalisme menempatkan buruh sebagai sekadar faktor produksi, bukan sebagai manusia dengan hak-hak yang harus dilindungi. Ketika perusahaan menghadapi tekanan ekonomi, pekerja menjadi pihak pertama yang dikorbankan demi menyelamatkan keuntungan.
[cut]
![]() |
Ilustrasi |
Perusahaan memiliki keleluasaan untuk memberhentikan karyawan kapan saja, sementara pekerja tidak memiliki jaminan atas keberlanjutan penghidupannya.
Negara yang seharusnya hadir untuk melindungi rakyat justru hanya bertindak sebagai fasilitator tanpa menawarkan solusi fundamental. Bantuan sementara seperti JKP tidak menyelesaikan persoalan utama: minimnya lapangan pekerjaan dan lemahnya perlindungan bagi tenaga kerja.
Islam memandang didalam sistem ekonomi yang berbeda dalam mengatasi ketimpangan dan memastikan kesejahteraan rakyat. Negara dalam Islam berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab untuk menyediakan lapangan kerja dan menjamin kesejahteraan masyarakat.
Islam tidak membiarkan mekanisme pasar bekerja tanpa regulasi yang berpihak pada rakyat. Negara bertanggung jawab mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat, memastikan distribusi kekayaan yang adil, dan menciptakan sistem yang memungkinkan setiap individu mendapatkan penghidupan yang layak.
Dalam sistem ekonomi Islam, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat bukanlah tanggung jawab individu semata, tetapi merupakan kewajiban negara. Negara tidak hanya memberikan bantuan sementara, tetapi juga memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap pekerjaan, sumber daya, dan kesempatan yang layak.
Daripada hanya mengandalkan bantuan sementara, negara seharusnya mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan akar masalah dengan cara mengembangkan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, memberikan insentif kepada UMKM, dan mendorong investasi yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja.
Mengelola Sumber Daya Alam untuk Kepentingan Rakyat
[cut]
![]() |
Ilustrasi |
Dalam Islam, sumber daya alam adalah milik rakyat dan harus dikelola oleh negara untuk kemakmuran bersama. Jika dikelola dengan baik, sektor ini dapat menjadi sumber utama penciptaan lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan terhadap investasi asing.
Meningkatkan Akses terhadap Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan
Dengan perubahan zaman dan teknologi, keterampilan tenaga kerja harus terus diperbarui. Pemerintah perlu menyediakan program pelatihan gratis bagi pekerja terdampak PHK agar mereka memiliki keterampilan yang relevan dengan pasar kerja saat ini.
Membuat Kebijakan Ekonomi yang Berpihak pada Rakyat
Kebijakan yang diambil harus memastikan kesejahteraan rakyat, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan segelintir pihak. Sistem perpajakan, insentif bisnis, dan subsidi harus diarahkan untuk mendukung kesejahteraan tenaga kerja, bukan hanya kepentingan pemilik modal.
Jika negara terus membiarkan mekanisme pasar bekerja tanpa intervensi yang melindungi pekerja, maka gelombang PHK ini akan terus berulang. Solusi sementara seperti JKP tidak cukup untuk mengatasi masalah yang lebih besar, yaitu minimnya perlindungan bagi tenaga kerja dan kurangnya lapangan pekerjaan yang layak.
Negara seharusnya mengambil peran lebih aktif dalam menjamin kesejahteraan rakyat, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Negara tidak boleh hanya menjadi regulator yang pasif, tetapi harus hadir sebagai pelindung dan penjamin kehidupan rakyatnya.
Dengan kebijakan yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat dan sistem ekonomi yang adil, masyarakat dapat terbebas dari ancaman PHK dan ketidakpastian ekonomi.
Ditulis Oleh: Dini Damayanti- Praktisi Pendidikan Purwakarta