inijabar.com, Kabupaten Bekasi - Tantangan impor baja yang terus membanjiri pasar domestik, tidak menyurutkan langkah PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), untuk mempertahankan komitmennya pada praktik industri berkelanjutan.
Hal itu terungkap dalam acara buka puasa bersama media dari Kota Bekasi, yang digelar perusahaan GRP, di Resto Amanaia Cikarang, pada Selasa (18/3/2025).
Presiden Direktur GRP, Fedaus menyoroti ironi industri baja nasional. Ia menyatakan, di satu sisi, konsumsi baja terus meningkat dari 15 juta ton pada 2020 hingga 17,4 juta ton pada 2023, dengan proyeksi mencapai 18,3 juta ton tahun ini.
Namun di sisi lain hampir separuh kebutuhan tersebut masih dipenuhi produk impor, terutama dari Tiongkok.
"Persaingan industri bukan hanya soal harga, tetapi juga soal tanggung jawab. Kami meyakini bahwa keberlanjutan dan kualitas harus menjadi prioritas utama dalam membangun infrastruktur nasional," ujar Fedaus kepada media.
Ia menerangkan, GRP menerapkan pendekatan ekonomi sirkular melalui teknologi Electric Arc Furnace (EAF), yang memungkinkan pemanfaatan baja bekas hingga lebih dari 70 persen sebagai bahan baku utama.
"Dengan memanfaatkan baja bekas sebagai bahan baku utama, kami mengubah limbah menjadi nilai. Ini adalah bentuk tanggung jawab dalam menjaga kelestarian sumber daya alam sekaligus menciptakan efisiensi dalam rantai pasokan," jelas Fedaus.
Selain inovasi produksi, Fedaus memaparkan, GRP juga aktif dalam upaya pelestarian lingkungan. Hingga akhir 2023, perusahaan itu telah menanam lebih dari 9.000 pohon dengan 78 varietas di area operasional dan sekitarnya.
"Sistem pengelolaan air dengan sirkulasi tertutup juga diterapkan, memungkinkan air hasil proses produksi dialirkan kembali ke cooling tower untuk digunakan ulang, sehingga mengurangi konsumsi air bersih secara signifikan," imbunya.
Di bidang sosial, Fedaus mengungkapkan GRP konsisten menjalankan program Corporate Social Responsibility, mulai dari dukungan program pengentasan stunting, penanaman mangrove, hingga perbaikan infrastruktur jalan di wilayah operasional perusahaan.
"Bagi kami, keberlanjutan adalah soal keseimbangan antara bisnis, lingkungan, dan masyarakat. GRP ingin tumbuh bersama komunitas sekitar dan menciptakan dampak positif yang berkelanjutan," kata Fedaus.
Dengan tantangan impor yang semakin meningkat, Fedaus menegaskan, GRP tetap optimistis bahwa praktik industri yang bertanggung jawab, akan menjadi kunci keunggulan kompetitif jangka panjang.
"GRP percaya bahwa masa depan industri baja Indonesia, terletak pada pelaku industri yang tidak hanya berdaya saing, tetapi juga bertanggung jawab dan berpikir jauh ke depan," pungkas Fedaus. (Pandu)