Berakhirnya Diskon Tarif Listrik Picu Inflasi 1,46 Persen di Kota Bekasi

Redaktur author photo



inijabar.com, Kota Bekasi - Berakhirnya diskon tarif listrik, menjadi penyebab utama terjadinya inflasi di Kota Bekasi pada Maret 2025, hingga mengakhiri tren deflasi yang telah berlangsung selama dua bulan berturut-turut di awal tahun.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bekasi, inflasi pada Maret 2025 tercatat sebesar 1,46 persen secara bulanan (month to month/MtM). Angka tersebut cukup signifikan, mengingat pada Januari dan Februari 2025, Kota Bekasi mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,26 persen dan 0,47 persen.

"Jika kita lihat perkembangan inflasi bulan ke bulan, kita lihat di bulan Januari Februari Kota Bekasi mengalami deflasi. Sementara di bulan Maret mengalami inflasi, sehingga mengalami kenaikan atau inflasi yang cukup signifikan," kata Kepala BPS Kota Bekasi, Ari Setiadi Gunawan saat dihubungi, Jumat (11/4/2025).

Tarif listrik menjadi penyumbang terbesar dengan andil 1,3 persen terhadap inflasi Maret 2025. Hal itu terjadi seiring dengan berakhirnya program diskon tarif listrik, yang dinikmati masyarakat pada dua bulan pertama tahun 2025.

Ari mengatakan, selain tarif listrik, komoditas lain yang turut menyumbang inflasi adalah bawang merah (0,16 persen), emas perhiasan (0,08 persen), cabai rawit (0,06 persen), dan telur ayam ras (0,03 persen).

"Beberapa komoditas justru memberikan andil deflasi, di antaranya tomat dan wortel masing-masing sebesar 0,02 persen, serta kacang panjang, bahan bakar rumah tangga, dan tarif kereta api masing-masing sebesar 0,1 persen," jelas Ari.

Meskipun terjadi inflasi bulanan yang cukup tinggi, secara tahunan (year on year/YoY) inflasi Kota Bekasi pada Maret 2025 hanya sebesar 0,93 persen. Angka ini merupakan inflasi tahunan terendah dalam enam tahun terakhir.

"Kalau kita lihat datanya, yang terjadi di bulan Maret 2025 adalah inflasi terendah selama enam tahun terakhir, sedangkan inflasi tahun kalender (year to date/YtD) atau inflasi Maret 2025 terhadap Desember 2024 tercatat sebesar 0,73 persen," ungkap Ari.

Dihubungi terpisah, Ekonom dan Dosen Pascasarjana STIE Mulia Pratama, Nur Imam Saifulloh, menilai tren kenaikan harga emas perlu mendapat perhatian khusus.

"Faktor lain yang saya cermati adalah tren naiknya harga emas belakangan ini. Harga emas ini bahkan oleh sejumlah ekonom diprediksi masih akan terus berlanjut," ujarnya.

Menurut Nur Imam, pada momentum Lebaran, banyak masyarakat yang mungkin akan menggadaikan, menjual, atau bahkan membeli emas. Permintaan yang tinggi berpotensi terus mendorong kenaikan harga emas.

"Jadi masyarakat setelah Lebaran itu cenderung menyimpan aset atau kekayaannya dalam bentuk emas, yang menurut masyarakat itu memiliki nilai kestabilan yang cukup baik, dibandingkan saham atau yang lainnya seperti deposito," paparnya.

Namun, meski terjadi inflasi cukup signifikan pada Maret 2025, Nur Imam justru memandangnya sebagai sinyal positif bagi perekonomian Kota Bekasi.

"Kalau saya pribadi melihatnya memang ke arah positif, tetap setelah melewati Ramadan dan Lebaran ini saya justru khawatirnya kembali ke titik semula, deflasi," pungkasnya.

Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan inflasi di bulan Maret, antara lain perkembangan curah hujan dan banjir di sejumlah wilayah Pantura, penurunan produksi bawang merah pada Februari dan Maret, tren kenaikan harga emas, berakhirnya diskon tarif listrik, serta diskon tarif angkutan udara. (Pandu)

Share:
Komentar

Berita Terkini